Wasekjen PKS Kritik Langkah KPK Jerat SDA
jpnn.com - JAKARTA - Wakil Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hamzah mengkritik langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK menjadikan Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali (SDA) sebagai tersangka dugaan korupsi haji. Menurut Fahri, langkah KPK itu justru kontraproduktif dengan upaya kementerian agama (Kemenag) membenahi sistem pelayanan haji.
"Kami sangat sayangkan saat Kemenag membuat sistem pelayanan haji yang transparan, KPK justru mengambil langkah kontra-produktif dengan upaya pembenahan yang bertujuan untuk mencegah berbagai tindak pidana korupsi," kata Fahri kepada wartawan di Jakarta, Senin (26/5).
Fahri yang juga anggota Komisi Hukum DPR itu menegaskan, ada dua pilar pembenahan Kemenag saat ini yang diyakininya mampu membuat pelayanan haji yang baik, transparan dan tidak koruptif. Dia menyebut dua pejabat Kemenag, yakni Dirjen Haji Anggito Abimanyu dan Irjen Kemenag, M Jasin.
"Baik Jasin yang mantan pimpinan KPK dan Anggito yang mantan direktur di Kementerian Keuangan adalah dua sosok yang dikenal bersih. Oleh karena itu diyakini sebagai dua pilar yang akan menjadi pendobrak pembenahan haji di Indonesia," jelasnya.
Namun dengan langkah KPK menyidik kasus haji, kata Fahri, maka upaya yang dilakukan Jasin dan Anggito jadi terhambat. "Kedua orang tersebut mengupayakan sistem yang baik sehingga dengan sistem tersebut menutup kemungkinan terjadinya korupsi karena upaya yang paling efektif dalam pemberantasan korupsi adalah mencegah dan bukan menindak. Kedua orang itu justru sedang berupaya mencegah," ujarnya.
Fahri menambahkan, kalau KPK mau menindak kasus haji maka harusnya bukan hanya Suryadharma saja yang dijerat. Menurut Fahri, KPK tidak bisa tebang pilih karena persoalan haji tidak hanya terjadi saat Suryadharma menjadi menteri agama.
"Kalau mau menindak, yah tindak dong semuanya. Kalau mau menindak, yah jangan tebang pilih, periksa semua menteri dan birokrasi, pasti akan penuh ruang tahanan KPK itu," tegasnya.
Dengan fakta itu, Fahri melihat KPK telah berubah fungsi melalui pencitraan semata dan bisa menjadi alat perang politik. "Kalau hanya satu yang kena, saya khawatir KPK hanya menjadi alat pencitraan saja. Saya juga khawatir KPK telah menjadi alat perang politik oleh orang-orang tertentu," imbuhnya.(fas/jpnn)