Yusril: Pemerintah Harus Bersiap Menghadapi Risiko Terburuk Akibat Corona
Polisi baru berwenang melakukan pengawasan keluar masuk orang dari suatu wilayah ke wilayah lain, jika pemerintah pusat memutuskan untuk melaksanakan karantina wilayah sebagaimana diatur Pasal 54 ayat (3) UU No 6 Tahun 2018.
Karantina Wilayah hampir sama dengan lockdown yang dikenal di negara-negara lain seperti Malaysia dan Philipina. Namun, Yusril memperkirakan pemerintah pusat sepertinya memilih tidak menerapkan Karantina Wilayah karena khawatir dengan masalah ekonomi.
Selain itu, mungkin tidak akan mampu menyediakan kebutuhan dasar hidup masyarakat dan hewan ternak yang ada di daerah yang diterapkan Karantina Wilayah. Sementara sebagaimana diatur dalam UU 6//2018, kewajiban menyediakan kebutuhan dasar masyarakat, seperti sembako, listrik dan air bersih di daerah yang dikenakan karantina wilayah, sepenuhnya tanggung jawab pemerintah pusat. Bukan pemerintah daerah.
"Bayangkan jika Jakarta saja dikenakan karantina wilayah, pemerintah pusat harus menyediakan sembako untuk sekitar 14 juta orang entah untuk berapa lama. Bisa-bisa seperti India. Lockdown yang dilakukan tanpa persiapan matang, bisa membuat rakyat kalang-kabut dan akhirnya kelaparan. Di Manila juga sempat terjadi berbagai kejahatan perampokan, karena rakyat miskin kehabisan bahan makanan. Tentara Philipina, pada akhirnya mendrop sembako ke rumah-rumah penduduk miskin kota," katanya.
Yusril juga mengatakan, ketentuan selanjutnya terkait PSBB diatur dalam PP 21/2020. Namun, terkesan poin-poin yang diatur hanya mengulang apa yang sudah ditetapkan dalam UU Nomor 6/2020. Misalnya, PSBB dilaksanakan paling sedikit dalam bentuk peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.
Artinya, ketiga hal yang dicakup PSBB sudah dilaksanakan oleh daerah baik ada maupun tidak ada PSBB. Namun, apa yang sudah dilaksanakan itu tidak mampu membatasi penyebaran virus Corona. Menjelang akhir Maret, tinggal dua provinsi yang belum ada pasien positif Corona, yakni Bengkulu dan Bangka-Belitung. Namun kemudian dua provinsi itu juga tidak bertahan.
"Nah, hari ini (1/4) nampaknya belum ada keputusan Menteri Kesehatan atau Ketua Gugus Tugas Percepatan Penangangan Corona Virus yang menyetujui permintaan daerah tertentu untuk daerahnya dinyatakan diberlakukan PSBB. Daerah-daerah itu sebagiannya malah sudah bertindak lebih jauh dari apa yang mungkin dapat dilakukan dengan sekadar tiga hal dalam PSBB seperti di atas," tutur Yusril.
Pertanyaannya kini, kata Yusril kemudian, apakah dengan kebijakan PSBB yang harus diminta oleh daerah dan disetujui oleh pemerintah pusat, dapat mengurangi atau menghentikan penyebaran Covid-19?