jpnn.com, SAMOSIR - Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi angkat bicara terkait 109 ton ikan yang mati mendadak dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba, Kabupaten Samosir.
Ia mengaku belum mengetahui secara detail mengenai matinya ikan-ikan tersebut. Namun, ia menegaskan saat ini tim tengah melakukan pengecekan terhadap kematian ribuan ekor ikan nila tersebut.
BACA JUGA: 109 Ton Ikan Nila Mati Mendadak di Danau Toba
“Sedang dicek dan dikaji, kenapa bisa mati ikan itu,” kata Edy, usai melaksanakan salat di Rumah Dinas, Jalan Sudirman, Kota Medan, Jumat (23/10).
Edy sendiri saat ini belum dapat menjawab secara detail, lantaran tim belum menemukan hasil terkait dengan kematian ikan di KJA ini. Bila belum menemukan hasil, dirinya takut akan menjadi polemik.
BACA JUGA: Terjatuh dari Tebing Sungai, Muhamad Husain Kritis, Mohon Doanya
“Saya belum bisa jawab terlalu jauh, harus ada kepastian mengenai perihal ini, nanti kalau saya jawab nanti menjadi polemik,” ucapnya.
Sementara menurut ahli perikanan dari Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan (MSP) Fakultas Pertanian USU, Syammaun Usman, peristiwa matinya ikan di Danau Toba hampir setiap tahun terjadi. Peristiwa ini juga pernah terjadi di beberapa danau alami lainnya di Indonesia.
BACA JUGA: Pengemudi Ojek Online Meninggal Ditusuk Penumpang, Pelaku Tewas Diamuk Massa
Syammaun mengatakan, peristiwa ini terjadi akibat adanya penurunan kadar oksigen di musim hujan yang umum terjadi di wilayah perairan, khususnya danau alami seperti Danau Toba.
“Jadi sudah merupakan hal yang wajar. Penyebabnya adalah di musim hujan atau musim dingin terjadi penurunan oksigen kadar oksigen di danau alami,” ujar Syammaun.
Lebih lanjut Syammaun menjelaskan, pada musim dingin, suhu yang meningkat di siang hari dan menurun sangat drastis di malam hari menjadikan kotoran dari dasar Danau naik ke permukaan.
Hal ini menjadikan ikan tidak bisa bernapas karena kekurangan oksigen. Karena pada siang hari suhu itu meningkat, dan pada malam hari hingga pagi hari itu menurun.
“Kalau di Danau Toba itu bisa sampai 20 derajat celcius suhunya. Nah, ini menjadikan kotoran dari dasar Danau itu naik ke permukaan,” terangnya.
Peristiwa ini, jelas Syammaun dapat dikatakan sebagai Tsunami di perairan. Sama halnya dengan Tsunami di daratan, maka peristiwa ini juga menyebabkan kematian ikan.
“Ini dapat dikatakan Tsunami di perairan. Air nya itu adalah air yang mematikan karena mengandung amoniak dan tidak ada oksigennya,” ungkapnya.
Peristiwa pembalikan massa air ini, dalam dunia perikanan disebut sebagai upwelling. Syammaun menuturkan, upwelling merupakan fenomena di mana air lebih dingin dan bermassa lebih besar yang naik ke permukaan.
Dosen yang juga merupakan Ketua Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan Dian Aquatik Medan ini mengatakan, seharusnya para petani di Danau Toba sudah memahami peristiwa ini.
“Petani KJA di Danau Toba seharusnya sudah belajar mengenai hal ini dari tahun ke tahun. Karena upwelling ini bukan merupakan hal yang asing, ini alami terjadi yang merupakan fenomena alam,” katanya.
Syammaun menganjurkan petani Danau Toba untuk mempercepat panen jika telah memasuki musim hujan dan mengurangi volume ikan yang terdapat di KJA.
BACA JUGA: Istri Polisi Tewas Tergantung di Kusen Pintu, Kondisi Hamil, Tinggalkan Surat Wasiat, Begini Isinya
"Karena ada kebiasaan petani itu menunggu dulu hingga besar ikan itu baru dipanen. Padahal jika upwelling sudah terjadi justru mati itu ikan semua,” pungkasnya. (gus/bbs)
Redaktur & Reporter : Budi