11 September

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Sabtu, 11 September 2021 – 14:17 WIB
Menara kedua World Trade Center terbakar setelah ditabrak pesawat yang dibajak, 11 September 2001. REUTERS/Sara K. Schwittek

jpnn.com - Sebelas September, 20 tahun yang lalu, sekelompok penumpang membajak dua pesawat komersial lalu menabrakkannya ke menara kembar WTC (World Trade Center) di New York.

Gedung pencakar langit itu terbakar ambruk pada 11 September 2001. Sekitar 3.000 orang dikabarkan tewas menjadi korban.

BACA JUGA: Gus Yahya Bicara Serangan Ideologi dan Peristiwa 11 September, Seru!

Sebuah pesawat komersial lainnya juga dibajak oleh penumpang dan kemudian mengarahkannya ke gedung Pentagon, Departemen Pertahanan Amerika, di Washington.

Sebelum sampai ke sasaran penumpang lain berhasil merebut kendali. Pesawat akhirnya jatuh sebelum mencapai sasaran.

BACA JUGA: Densus 88 Bergerak ke Depok, Terduga Teroris Ditangkap, Pernah Terlibat Bom Bali

Dua dekade berlalu. Geopolitik dunia berubah untuk selama-lamanya. Presiden Amerika Serikat George W. Bush menuduh Usamah Bin Ladin sebagai pelaku serangan teror itu.

Bush kemudian memutuskan untuk memburu Bin Ladin, dan mengumumkan kebijakan perang melawan teror ke seluruh dunia.

BACA JUGA: Jadi Pembicara Peringatan Serangan WTC 11/9, Gus Yahya Ajak Tatanan Dunia Diperkuat

Masyarakat Amerika yang shock, tidak bisa menerima keadaan ini. Kali terakhir Amerika menerima serangan di dalam negeri adalah pada 7 Desember 1941, ketika pasukan Jepang menyerang Pearl Harbour.

Namun, situasinya beda. Penyerangan Pearl Harbour terjadi dalam suasana perang. Jepang yang sedang bersemangat mengobarkan perang ke seluruh dunia, kemudian menyerang pangkalan Amerika.

Serangan ini seperti membangunkan macan tidur. Amerika yang marah kemudian ikut bergabung dengan Pasukan Sekutu Eropa, menggempur Jepang yang bersekutu dengan sesama negara fasis, Italia dan Jerman.

Perang Dunia Kedua berkobar antara koalisi negara-negara demokrasi liberal di bawah pimpinan Amerika dan Inggris, melawan koalisi trio fasisme Jepang-Jerman-Italia. Uni Soviet, yang menjadi poros kekuatan komunis, memilih bergabung dengan koalisi Amerika.

Secara ideologis komunisme Soviet tidak bisa bersatu dengan kapitalisme Amerika. Namun, fasisme Jerman dan Jepang dianggap menjadi musuh komunisme yang lebih berbahaya. Beberapa kali pasukan Hitler Jerman berusaha mencaplok Rusia. Hanya karena nasib baik saja Rusia bisa lolos dari cengkeraman Hitler.

Kondisi alam Rusia yang berat karena tertutup es di musim dingin memaksa Hitler untuk menarik diri.

Pasukan koalisi Sekutu terbukti punya kemampuan yang lebih ampuh. Amerika sudah menyiapkan bom atom melalui Manhattan Project.

Pada Agustus 1945 dua bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki membunuh ribuan warga sipil. Kaisar Hirohito, yang berambisi menjadi penguasa Asia Raya, terkejut melihat dahsyatnya kehancuran akibat bom itu.

Sang Tenno Haika kemudian menyatakan menyerah tanpa syarat. Jepang dipreteli kekuatan militernya dan harus menuruti perintah penguasa Sekutu yang menjadi pemenang.

Hitler yang ingin menjadi penguasa Eropa juga mengalami nasib yang sama. Kekuatan militer Jerman dipreteli dan tidak boleh lagi mempunyai angkatan perang.

Koalisi pemenang Perang Dunia Kedua kemudian melakukan bagi-bagi pampasan perang. Amerika Serikat menguasai Eropa dan Uni Soviet menguasai Eropa Timur. Tidak pakai menunggu lama, dua kekuatan besar yang awalnya menjadi Sekutu langsung pecah kongsi memilih jalan sendiri.

Soviet menjadi pemimpin blok komunis dan Amerika menjadi pemimpin blok liberal.

Perang panas berakhir dan berganti menjadi perang dingin. Amerika dan Soviet sama-sama menyadari bahwa mereka mempunyai kemampuan senjata yang berbahaya, yang bisa saling menghancurkan dalam hitungan detik. Perlombaan senjata terus terjadi, tetapi tidak pernah ada perang terbuka. Kedua negara lebih sering saling gertak dan saling ancam, dan tidak pernah saling serang.

Sistem ekonomi sentralisme kolektif Soviet ternyata keropos di dalam. Sistem ekonomi komunis bertumpu pada kekuatan negara.

Semua alat produksi dikuasai oleh negara, tidak ada peran swasta di dalamnya. Sosialisme bercita-cita menciptakan masyarakat tanpa kelas ‘’sama rata, sama rasa’’, ‘’dari masing-masing menurut kemampuannya, kepada masing-masing menurut kebutuhannya’’.

Sistem ini hanya bertahan setengah abad. Pada 1990 satu per satu negara komunis ambruk. Puncaknya adalah bubarnya Uni Soviet pada 1990 yang disusul dengan jatuhnya seluruh rezim komunisme di Eropa.

Amerika menjadi penguasa tunggal dunia. Sistem kapitalisme-liberal memproklamasikan diri sebagai kampiun di planet bumi tanpa ada pesaing, seng ada lawan.

Francis Fukuyama, pemikir Amerika berdarah Jepang, mengumumkan dalam bukunya ‘’The End of History and The Last Man’’ (1992), bahwa sejarah telah berakhir dengan kemenangan kapitalisme-liberalisme Amerika.

Dengan tumbangnya rezim komunisme dunia, liberalisme-kapitalisme Amerika menjadi satu-satunya ideologi yang berkuasa. Ideologi lain, apa pun itu, diangap sebagai catatan kaki yang tidak eksis. Sejarah telah berakhir, karena manusia sudah sampai pada titik puncak eksistensinya dalam sistem kapitalisme-liberalisme.

Pada kapitalisme-liberalisme semua orang mempunyai kebebasan mutlak untuk menjadi manusia. Individualisme mendapatkan tempat tertinggi dalam kapitalisme-liberalisme, karena dari ‘’sononya’’ manusia memang menginginkan kebebasan mutlak tanpa gangguan maupun aturan.

Itulah fitrah manusia, kata Fukuyama. Ketika manusia sudah sampai pada kondisi itu, maka sejarah sudah berakhir.

Dalam pemahaman Fukuyama yang mengutip Hegel, sejarah bukan serangkaian peristiwa kronologis, tetapi sebuah evolusi manusia dalam menemukan jati diri.

Berbagai ideologi telah diterapkan kepada umat manusia, tetapi pada akhirnya kapitalisme-liberalisme yang dianggap paling sesuai dengan jati diri manusia. Titik evolusi berhenti pada sistem kapitalisme-liberalisme dan sejarah pun berakhir.

Peristiwa 11 September 2001 mengejutkan sekaligus mengguncangkan keyakinan itu. Ternyata Amerika bukan penguasa tunggal. Ternyata masih ada ideologi lain yang mengancam kekuasaan Amerika.

Para penyerang WTC itu dianggap sebagai teroris yang merepresentasikan ideologi Islam radikal di bawah kepemimpinan Usamah bin Ladin.

Ternyata Islam menjadi ancaman bagi Amerika. Karena itu Islam harus diburu dan dibersihkan. Maka George W. Bush mengumumkan dan mengomandoi ‘’the war on terror’’, perang melawan teror, di seluruh dunia.

Bush tidak memberi pilihan, ‘’either you are with us or against us’’, ikut Amerika atau menjadi musuh Amerika. Usamah bin Ladin diburu sampai ke Afghanistan. Saddam Hussein, yang dituduh punya senjata pemusnah massal, diuber dengan serbuan besar-besaran ke Iraq.

Prof. Samuel Huntington, guru Fukuyama di Universitas Harvard, mengingatkan bahwa perang ideologi memang sudah tidak ada, tetapi akan muncul perang antar-peradaban sebagai gantinya.

Dalam buku ‘’The Clash of Civilization: Remaking of World Order’’ (1996), Huntington membantah tesis Fukuyama bahwa sejarah telah berakhir.

Menurut Huntington, sejarah peradaban masih tetap jalan. Peradaban-peradaban besar dunia akan saling bersaing dan berbenturan, dan pada akhirnya akan memunculkan perang baru.

Huntington menyebut Islam sebagai peradaban yang potensial mengalami benturan dengan peradaban Barat-Kristen.

Peristiwa 11 September mengejutkan Huntington. Ia mengingatkan bahwa Amerika terancam kehilangan jatidiri dan identitasnya.

Salah satu sebabnya adalah gelombang imigrasi dari berbagai negara. Bahasa Inggris sekarang sudah tidak menjadi bahasa dominan. Tanpa bisa sepatah Bahasa Inggris pun seseorang bisa hidup dan kaya raya di Amerika.

Dalam ‘’Who We Are: The Challenges to America’s Identity’’ (2004), Huntington mengingatkan akan bahaya penetrasi peradaban lain ke jantung Amerika yang bisa mengaburkan dan menghilangkan identitas keamerikaan.

Dua puluh tahun setelah 11 September, Amerika kembali dipermalukan oleh kekuatan tentara Islam Taliban. Peristiwa ini menjadi tes bagi tesis Fukuyama, apakah sejarah benar-benar sudah berakhir.

Ataukah Huntington yang benar, bahwa dominasi Amerika tengah terancam oleh peradaban Islam. (*)

Video Terpopuler Hari ini:


Redaktur : Adek
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler