12 Tewas Dari 103 Konflik Agraria

Sabtu, 21 Januari 2012 – 11:52 WIB

JAKARTA-Konflik agraria terus meningkat setiap tahun. Pada 2011, sedikitnya terjadi 103 kasus di berbagai daerah. Kasus paling besar berhubungan dengan sektor kehutanan, kemudian perkebunan, pertambangan serta konflik-konflik lainnya. Dari 103 kasus, 12 orang di antaranya tewas, 57 mengalami kekerasan, 64 tertembak, dan 107 orang yang ditangkap dan dikriminalisasi.

’’Kasus konflik agraria terus terjadi karena pemerintah sudah keluar dari amanah konstitusi dan kemudian tidak menjalankan TAP MPR No. IX/2001,’’ kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Berry Nahdian Forqan di Jakarta, kemarin.

Pengelolaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam selama ini telah menimbulkan penurunan kualitas lingkungan, ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya serta menimbulkan berbagai konflik.

Indikasi terbesar konflik agraria disebabkan jumlah Hak Penguasaan Hutan (HPH) di Indonesia mencapai 600 unit dengan areal hutan produksi seluas 64 juta hektare yang dikuasai 20 konglomerat kehutanan. Setiap konglomerat menguasai sumberdaya hutan untuk dieksploitasi lebih dari 1 juta hektarenya per tahun.

Undang-Undang Otonomi Daerah juga menjadi salah satu munculnya konflik pengadaan tanah untuk pembangunan konsentrasi penguasaan tanah terbesar pada pengusahaan hutan. Penguasaan atas tanah ini yang menimbulkan kekerasan-kekerasan di sejumlah daerah seperti Mesuji (Lampung dan Sumatera Selatan) dan Bima (Nusa Tenggara Barat).

’’Pemerintah harus berpihak kepada rakyatnya. Jangan sampai rakyat marah dan gulingkan pemerintahan,’’ ujar Berry.

Wakil Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Intsiawati Ayus menambahkan, konflik yang terjadi bukan baru kali ini. ’’Sejak 1960 sudah ada dan pernah dibentuk panitia reformasi agraria untuk mengatasi persoalan ini,’’ kata anggota DPD asal Provinsi Riau ini.

DPD RI mendukung penuh upaya reformasi agraria yang seharusnya mencakup kepada reformasi peraturan dan perundangan, reformasi kelembagaan serta reformasi mental, dan moral para pejabat penyelenggara negara dan pemegang amanah rakyat.

DPD menekankan agar tidak ada aparat negara dari kesatuan manapun yang dapat dibeli kelompok tertentu untuk kepentingan mereka. Kepolisian RI adalah milik masyarakat, untuk itu mereka harus bekerja untuk kepentingan masyarakat. (fdi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Badan Khusus Haji Belum Perlu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler