Korupsi berjamaah di DPRD Kota Kendari terjadi tahun 2003-2004, Salinan putusan tersebut akhirnya tiba di PN Kendari, Kamis sore (6/9). Sebanyak 13 mantan anggota DPRD Kota Kendari menjadi terpidana dalam salinan putusan tersebut. Hasil
keputusan hakim Mahkamah Agung (MA) RI nomor 1784 K/Pid.Sus/2010 tertanggal 23 Maret 2011 menyatakan menolak permohonan kasasi para pemohon baik Jaksa Penuntut Umum maupun para terdakwa.
Artinya, MA RI menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara nomor 35/PID/2005/PT.SULTRA, tanggal 13 Maret 2006. Persidangan permohonan kasasi tersebut dipimpin HM Imron Anwari, SH SpN MH sebagai Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Militer yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, H. Suwardi, MH dan
Prof. Rehngena Purba, SH MS, masing-masing sebagai anggota.
Wakil Ketua PN Kendari, Moch. Mawardi, MH membenarkan jika pihaknya telah menerima salinan putusan kasasi jilid II tersebut. Ia mengungkapkan, jika keputusan MA RI menguatkan keputusan Pengadilan Tinggi Sultra. Salinan putusan
tersebut kini sedang dalam proses registrasi di PN Kendari.
"Salinan putusan sudah ada. Kini sedang diregistrasi di panitera. Kami akan memberitahu seluruh terdakwa terkait hasil putusan tersebut. Paling lambat, tanggal 12 September (Rabu depan) seluruh terdakwa telah menerima amar putusan
tersebut. Termasuk Kejari Kendari sebagai eksekutor atas putusan, kami akan kirimkan salinannya segera," terang Moch. Mawardi.
Dalam salinan putusan jilid II tersebut, 13 terdakwa yakni Hj. Siti Arfah Panudariama, Ahmad H Hasan, H. Hasan Batek, Hj Dewiyati Tamburaka, A. Yani Muluk, Lodewijk Sonaru, H. Asmarani Edy Sul, H Andi Ahmad, Thamrin Taherong, Haskar Hafid, Salahuddin, Abdul Kadir Samal, dan La Ode Rusli Rais. Sebagian diantara mereka masih aktif sebagai anggota
DPRD Sultra dan selebihnya purnabakti.
Penguatan terhadap putusan Pengadilan Tinggi Sultra nomor 35/PID/2005/PT.SULTRA tanggal 13 Maret 2006 itu menyatakan menerima permintaan banding dari penasihat hukum terdakwa dan jaksa penuntut umum.
Memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Kendari tanggal 11 Oktober 2005, nomor 362/Pid.B/2004/PN.Kdi, sepanjang mengenai kualifikasi dan beratnya hukuman yang dijatuhkan. Sehingga amar putusan menyatakan para terdakwa tidak terbukti secara sah pada dakwaan primer, namun dinyatakan bersalah pada dakwaan subsider. Mereka divonis turut bersama-sama dalam melakukan tindak pidana korupsi. Hakim pun menjatuhkan pidana kurungan kepada para terdakwa selama dua tahun lamanya.
Mereka juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 50 juta dan jika tidak dibayar akan diganti dengan hukuman penjara selama 1 tahun. Hj.Siti Arfah Panudariama dan Ahmad H Hasan harus membayar uang pengganti sebesar Rp 58,8 juta atau memilih kurungan penjara selama 1 tahun 6 bulan. Sedang H. Hasan Batek, Hj Dewiyati Tamburaka, A. Yani Muluk, Lodewijk Sonaru, H. Asmarani Edy Sul, H Andi Ahmad, Thamrin Taherong, Haskar Hafid, Salahuddin, Abdul Kadir Samal dan
La Ode Rusli Rais BA harus membayar uang pengganti sebesar Rp 69,4 juta atau kurungan penjara selama dua tahun.
Seperti yang diketahui, 13 terdakwa pada jilid II kasus korupsi berjamaah di DPRD Kota Kendari adalah anggota badan anggaran periode 1999-2004. Setelah kasus tersebut mulai terendus, Kejaksaan Negeri Kendari mengusutnya dan
menemukan penyelewengan APBD Kota Kendari 2003-2004 sebesar Rp 5 miliar.
Setelah dilakukan penyidikan, kejaksaan pun menuntut 22 anggota DPRD Kota Kendari periode 1999-2004 di PN Kendari. JPU menuntut mereka 7 tahun dan denda masing-masing sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sempat terjadi keributan saat pengajuan kasasi ke MA RI. Pasalnya, pihak PN Kendari kala itu menilai berkas kasasi yang dikirim ke MA RI telah hilang saat pengiriman dilakukan oleh PT Pos Indonesia Cabang Kendari. Usut-punya usut, tim MA RI pun turun melakukan investigasi dan PN Kendari diminta melakukan pengiriman ulang. Setelah 6 tahun kasus tersebut, akhirnya putusan MA RI turun dan hukuman yang diberikan pada para terdakwa makin tinggi.
Para legilastor Kota Kendari periode 1999-2004 tersebut dinyatakan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama. Semua anggota dewan mengajukan permintaan dana melakukan studi banding ke sejumlah kota/kabupaten di luar Sulawesi Tenggara namun ternyata fiktif. Para terdakwa tetap mengambil dana operasional uang surat perintah perjalanan dinas. Jumlahnya bervariasi dan bila ditotal mencapai Rp 5 miliar. Tindak korupsi juga dilakukan dengan cara menggelembungkan sejumlah pos anggaran dalam pos sekretariat DPRD Kota Kendari.
Yang membuat janggal dalam kasus ini adalah, putusan jilid II yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) RI nomor 1784 K/Pid.Sus/2010 tertanggal 23 Maret 2011,namun baru dipublis September 2012. Demikian halnya putusan jilid I nomor 1751 K/PID.SUS/2010 tertanggal 23 Februari 2011 itu, juga baru dipublis Maret 2012. Artinya, lebih cepat dipublis jilid satu ketimbang jilid II. Padahal kasusnya sama. (aka)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Banjar Diteror Surat Kaleng
Redaktur : Tim Redaksi