1.326 Penyintas Covid-19 Ikuti Ujian Profesi Advokat yang Digelar Peradi

Sabtu, 25 Juni 2022 – 21:09 WIB
Ketua Harian DPN Peradi Dwiyanto Prihartono (tengah). Dok Humas Peradi.

jpnn.com, JAKARTA - DPN Peradi menggelar ujian profesi advokat (UPA) di Universitas Tarumanagara pada Sabtu (25/6). Dalam ujian tersebut, ada 1.326 peserta yang ikut dan semuanya penyintas Covid-19.

Ketua Harian DPN Peradi R. Dwiyanto Pri‎hartono mengatakan UPA kali ini dikhususkan bagi peserta yang sudah mendaftar dan membayar biaya namun tidak bisa mengikuti ujian pada Februari lalu karena terpapar Covid-19.

BACA JUGA: Bahas RUU Hukum Perdata, Komisi III Undang Peradi

“Mereka kami persilakan ujian bebas biaya. Oleh Peradi diberikan kesempatan itu, yang sudah sembuh dari Covid-19 saat ini bisa mengikuti ujian,” ujar dia dalam siaran persnya, Sabtu.

Dwiyanto menegaskan ujian kali ini hanya digelar di Jakarta. Hal ini berbeda dengan penyelenggaraan reguler yang dihelat di puluhan kota di Indonesia. 

BACA JUGA: Peradi Prihatin pada Kondisi Organisasi Advokat, Ada Apa?

“Terakhir, di 51 kota.‎ Kali ini penyelenggaraannya tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat, di antaranya wajib swab antigen,” kata advokat senior yang karib disapa Dwi itu.

Adapun materi ujiannya, kata Dwi, merujuk pada kurikulum yang telah ditentukan, di antaranya membuat surat kuasa yang baik. Kemudian membuat surat gugatan dan hal-hal menyangkut praktik hukum acara pidana, perdata, agama, dan PTUN.

BACA JUGA: Otto Hasibuan Minta Advokat Muda Peradi Gelar Turnamen Golf Berskala Nasional

“Itu semua diuji, tetapi untuk orang rajin belajar, pernah baca seharusnya bisa menjawab dengan mudah. Contohnya, kalau orang ditahan polisi berapa lama? 20 hari, itu kan sudah standar. Harapannya mereka sudah baca sehingga soal-soal itu bisa dijawab dan mereka bisa lulus,” katanya.

Dwi mengungkapkan tantangan yang dihadapi para pengacara sekarang adalah persaingan dengan advokat inernasional.

Persaingan advokat di dalam negeri, menurutnya kurang sehat karena banyak orang yang mengaku-ngaku advokat. Ini akibat diberlakukannya SK Ketua Mahkamah Agung (MA) Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015.

“Kurang sehat akibat disaster atau kecelakaan putusan negara yang membuat banyak bermunculan orang yang merasa advokat. Kalimat saya kejam, merasa dirinya advokat karena disumpah oleh pengadilan tinggi,” katanya.

Padahal, lanjut dia, mereka yang disumpah itu bukan hasil dari proses yang dilahirkan Peradi selaku wadah tunggal organisasi advokat yang diberi kewenangan mengangkat calon advokat.

“Diproduksi oleh lembaga yang tidak bisa mengangkat advokat. Hanya Peradi yang bisa mengangkat advokat. Di situasi sekarang, di luar Peradi bisa mengajukan sumpah advokat di PT (pengadilan tinggi),” katanya. 

Kemunculan orang-orang yang mengaku advokat tersebut tidak melalui proses standar yang telah ditentukan. Ini berbeda dengan proses di Peradi yang menerapkan standar ketat untuk menjamin kualitas advokat. Penyelengaraannya pun melibatkan pihak ketiga sehingga betul-betul independen.‎

“Enggak bisa kami ikut campur,” kata salah satu bawahan Otto Hasibuan itu.

Dwi lantas menyinggung soal beberapa lembaga penegak hukum yang meneken nota kesepahaman dan pedoman kerja bersama Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI) 2022.

Dia memastikan Peradi menyambut baik hal tersebut karena akan memangkas birokrasi dan pertemuan yang tak jarang menjadi hal yang kurang baik.

“Sistem elektronik itulah yang akan memangkas. Mudah-mudahan dalam waktu dekat kami bisa diajak (sosialiasi),” ujar dia. (cuy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekolah Tinggi Ilmu Hukum IBLAM Bukti Peradi Pimpinan Otto Hasibuan Masih Dipercaya


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler