Pasalnya, pengembangan daerah baru itu bisa menjadi blunder, jika tak dianalisis secara matang. Alih-alih ingin menyejahterakan rakyat, daerah baru itu akan sulit membangun.
Berdasarkan data yang dihimpun Kaltim Post (Grup JPNN), nyaris semua kabupaten/kota di Kaltim dan Kalimantan Utara (Kaltara) berencana memekarkan sebagian wilayahnya untuk kabupaten atau kota baru. Setidaknya terdapat 14 rencana pemekaran kabupaten/kota dan satu pemekaran provinsi baru di wilayah Kaltim dan Kaltara.
Kutai Kartanegara (Kukar) daerah yang paling banyak untuk rencana pemekaran wilayah. Sebagian wilayah kabupaten itu rencananya akan dimekarkan menjadi dua kabupaten dan satu kota. Yakni Kabupaten Kutai Pesisir yang terdiri dari Kecamatan Samboja, Muara Jawa, Sangasanga, Anggana, dan Loa Janan.
Selain itu, Kukar juga dimekarkan lagi menjadi Kutai Tengah yang meliputi Kecamatan Kota Bangun, Kenohan, Tabang, dan Kembang Janggut. Serta Kecamatan Tenggarong termasuk Tenggarong Seberang akan dimekarkan menjadi Kota Tenggarong.
Kabupaten Paser rencananya juga akan memekarkan dua kabupaten baru. Yakni Kabupten Paser Tengah yang meliputi Kecamatan Muara Komam, Batu Sopang, Kuaro, Long Kali, dan Kecamatan Long Ikis. Dan pemekaran Kabupaten Paser Selatan yang meliputi Kecamatan Muara Komam, Batu Sopang, Muara Samu, Batu Engau, dan Tanjung Harapan.
Pemekaran wilayah di sejumlah besar daerah di Kaltim dan Kaltara dinilai menjadi fenomena tersendiri.
Pengamat Politik Universitas Mulawarman (Unmul) Lutfi Wahyudi mengatakan, setelah dimekarkannya Kaltara, dirasa Kaltim tak perlu kembali memekarkan sebagian wilayahnya untuk provinsi baru.
Pasalnya, kata dia, pemekaran provinsi baru itu sebagian besar bukan aspirasi tingkat bawah atau masyarakat. Keinginan untuk menjadikan suatu wilayah sebagai provinsi baru sebagian besar karena kehendak elite politik.
”Pasti ada warga yang menghendaki pemekaran Kalimantan Tenggara. Tapi saya yakin jumlahnya tak besar,” ucapnya.
Ia melihat, adanya 14 rencana pemekaran kabupaten/kota baru di Kaltim dan Kaltara itu adalah suatu wacana yang berlebihan. Rasanya ini merupakan rencana yang dinilainya jauh dari kata rasional.
Pemekaran wilayah itu, kata dia, bukan asal ada keinginan, pemekaran bisa dijalankan. Persepsi seperti itu yang dinilainya salah. Sejumlah pihak sengaja membuat opini ke publik atau media, seolah-olah pemekaran itu adalah aspirasi rakyat dan demi kesejahteraan rakyat.”Saya rasa terlalu naif jika pihak yang menginginkan pemekaran itu, atas kesejahteraan rakyat,“ ungkapnya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman ini menyebut, pemekaran daerah itu tak bisa dilakukan secara bersamaan. Ketika di suatu wilayah terjadi pemekaran kabupaten/kota, di wilayah lainnya juga sedang berjuang dimekarkan. Kalau demikian, maka hal itu akan menghabiskan banyak energi untuk memekarkan wilayah.
Kata dia, memekarkan satu kabupaten/kota saja itu memerlukan waktu lama, apalagi memekarkan provinsi baru. Itu bakal memerlukan biaya yang besar. Jika pun sudah terbangun provinsi baru, maka provinsi induk, akan membiayai pembangunan di sana. Anggaran yang mestinya bisa melengkapi kekurangan sebuah provinsi, malah dianggarkan untuk pembangunan gedung perkantoran pemerintah.
Sama seperti terbentuknya Kaltara, konsekuensinya pemerintah harus menganggarkan pembangunan gedung perkantoran Pemprov Kaltara. Begitu juga dengan jika Kalimantan Tenggara berhasil dimekarkan.
Lutfi berpendapat, dilihat dari geografisnya, Kaltim memang layak dimekarkan menjadi beberapa provinsi baru. Tapi secara jumlah penduduk, daerah ini belum siap dimekarkan kembali setelah Kaltara.
Ia meminta, semua pihak untuk memikirkan matang-matang sebelum dimekarkan. Sebaiknya eksekutif dan legislatif ramai-ramai memikirkan dan mempersiapkan bagaimana infrastruktur seperti jalan, kesehatan, dan lainnya bisa dibenahi dan dilengkapi. Daerah tertinggal harus mendapat perhatian khusus. Saat ini belum saatnya Kaltim kembali dimekarkan.
Jika Pemprov Kaltim mampu mencukupi perbaikan infrastruktur yang merata dan mampu menyejahterakan rakyatnya, kecil kemungkinan ada pihak yang menyuarakan pemekaran.
Menurutnya, pemekaran Kalimantan Tenggara tak murni semua masyarakat menyetujuinya. Apalagi kabarnya Balikpapan bakal digabung menjadi salah satu daerah di provinsi baru itu .“Saya sangat pesimistis Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak melepas Balikpapan ke Kalimantan Tenggara,” ungkapnya.
Ia menambahkan, Gubernur juga sudah menetapkan Balikpapan sebagai pintu gerbang Kaltim. Dengan demikian sulit rasanya kota ini bergabung dengan provinsi baru itu. Lagi pula, kata dia, jika Balikpapan bergabung dengan Kalimantan Tenggara, itu bakal merugikan Kota Minyak. Balikpapan yang sudah berkembang harus berjuang membantu membiayai pembangunan di Kalimantan Tenggara.
Yang paling mungkin, ungkap dia, adalah pemekaran Kutai Pesisir. Sebab Kukar dinilai memiliki wilayah yang sangat luas. Seperti warga Samboja, Muara Jawa, dan Sangasanga begitu jauh jika berurusan dengan Pemkab Kukar di Tenggarong.
Dengan demikian wilayah pesisir itu wajar dimekarkan.”Tapi semua itu perlu tahapan dan kajian yang mendalam,“ ujar lulusan program pascasarjana Jurusan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, ini.
Senada, pengamat politik lainnya, DB Paranoan menyebut, pasca pemekaran Kaltara, Kaltim dirasa belum waktunya kembali memekarkan provinsi baru. Adanya pihak yang mewacanakan pemekaran provinsi baru itu dinilainya sebagian besar datang dari aspirasi elite politik, ketimbang masyarakat.
Direktur Program Pascasarjana Fisip Unmul ini mengungkapkan, pemekaran provinsi baru belum tentu menyejahterakan rakyatnya. Dengan demikian, Pemprov Kaltim diminta untuk selektif dan hati-hati dengan rencana pemekaran Kalimantan Tenggara itu.
”Kalau provinsi ini hanya memikirkan pemekaran daerah, kapan membangunnya,“ tanyanya. Ia menambahkan, adanya pemekaran daerah, maka dana akan tersedot untuk menyukseskan pemekaran provinsi baru ketimbang pembangunan infrastruktur. (rom/tom/k1)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sumur Bor Pertamina Meledak, 3000 Jiwa Diungsikan
Redaktur : Tim Redaksi