JAKARTA - Hari ini, reformasi yang bergulir telah genap 15 tahun. Diawali dengan lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, reformasi yang awalnya ditujukan untuk mengatasi berbagai persoalan di berbagai bidang ternyata masih tetap menyisakan banyak masalah.
Menurut ekonom Dradjad H Wibowo, hasil positif reformasi justru lebih banyak dari sisi politik dan ketatanegaraan. "Tapi masih banyak yang melenceng di bidang lainnya," katanya melalui layanan e-mail ke JPNN, Selasa (21/5).
Dituturkannya, Indonesia memang makin demokratis, meskipun belum memenuhi standar demokrasi negara maju. Selain itu, lanjut Dradjad, meski rakyat punya hak memilih langsung pemimpinnya namun praktik politik uang justru semakin merajelela.
Sejak reformasi, daerah juga mendapatkan hak mengatur diri sendiri (otonomi) yang lebih besar dibandingkan jaman Orde Baru (Orba). Hanya saja, tak semua daerah berhasil memajukan diri lewat otonomi. "Otonomi daerah belum memberikan hasil maksimal bagi kesejahteraan rakyat," sambungnya.
Selain politik, hasil reformasi yang sangat dirasakan adalah kebebasan menyatakan pendapat. "Pers kita termasuk yang paling bebas di Asia," ulas Dradjad.
Ditegaskannya, Indonesia memang sudah mendapat manfaat dari proses demokrasi, termasuk stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Meski demikian, papar Dradjad, dari sisi kedaulatan ekonomi, pemerataan, sustainabilitas, penegakan hukum, Indonesi justru melenceng darr cita-cita reformasi.
"Diserahkannya blok Cepu ke ExxonMobil dan dominannya penguasaan asing di berbagai sektor adalah buktinya. Bahkan kegagalan kebijakan pangan membuat impor pangan makin gila-gilaan," kritiknya.
Dampak negatif lain karena reformasi yang melenceng adalah makin besarnya kesenjangan antara kaum kaya dan miskin. Bahkan ada yang masih mirip dengan era Orba, yaitu terlantarnya sila ke-5 Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. "Pada sila ke-5 ini kita jalan di tempat. Ini fakta yang tak terbantahkan," sebutnya.
Sementara dalam penegakan hukum atas kasus-kasus korupsi, Dradjad menyoroti aparat yang bertindak tegas ke kelompok tertentu, tapi abai ke kelompok yang sebenarnya sudah setiap hari jadi sorotan publik. "Kasus Century adalah buktinya. Jadi masih banyak yang melenceng dari cita-cita reformasi," tegasnya.
Meski demikian anggota DPR RI periode 2004-2009 yang kini menjadi Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengakui, proses yang dicapai Indonesia dengan reformasi memang membuat banyak negara lain terkejut. Sebab, proses demokratisasi di Indonesia ternyata mengarah pada stabilitas politik dan keamanan.
Bahkan, banyak negara lain menyangka Indonesia dengan keragaman suku dan budaya akan terpecah-pecah menjadi beberapa negara kecil. "Ternyata mereka salah," lanjut Dradjad.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejagung Belum Siap Eksekusi Yayasan Supersemar
Redaktur : Tim Redaksi