“Penularan penyakit itu sudah masuk ke lingkungan rumah tangga. Bahkan, sudah ditemukannya penderita HIV/AIDS pada balita di Kota Bogor,” kata asisten Administrasi Kemasyarakatan dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kota Bogor, Edgar Suratman kepada Radar Bogor.
Sampai November 2012, terdapat peningkatan jumlah ODHA sebanyak 210 penderita HIV atau sekitar 13 persen dan sebanyak 252 penderita AIDS atau sekitar 26 persen. Sebagian besar penderita baru terinfeksi akibat berhubungan seks. Padahal, sebelumnya penularan melalui kalangan pengguna narkoba suntik (penasun) lebih dominan.
Rasio yang dikeluarkan WHO, jumlah rasio penderita HIV/AIDS sebanyak 1:100. Artinya, bila 1 penderita terdeteksi, maka 100 penderita lainnya tidak terdeteksi. Bila 1.542 terdeteksi, maka 154.200 penderita lainnya tidak terdeteksi.
Penularan melalui hubungan seks jelas lebih tinggi. Betapa tidak. Dari data yang dihimpun Radar Bogor, sebanyak 18.007 pria hidung belang di kota berlabel halal ini menjadi pelanggan dari 1.038 jablay atau pekerja seks komersial (PSK). Total PSK itu terdiri dari 339 PSK yang beroperasi di tempat prostitusi, dan 699 PSK tidak langsung yang diorder secara online.
Itu belum termasuk sebanyak 603 pria berperilaku seks menyimpang yang menjadi pelanggan dari 300 waria. Perilaku tersebut, membuat 12.881 perempuan berisiko terinfeksi HIV/AIDS karena ulah pasangan mereka. Tinggi sekali. Apalagi, bila ditambah 1.785 penasun, 6.224 pria penyuka sesama jenis atau gay, dan 2.185 warga binaan.
“Makanya, total warga Kota Bogor yang beresiko terinfeksi sebanyak 43.409 jiwa. Para ODHA dan kelompok beresiko ditangani oleh oleh 80 konselor dan 12 penjangkau. Mereka dilayani untuk curhat, diberi kondom, dan jarum suntik steril untuk memutus mata rantai penularan virus,” terang Ketua Forum Konselor Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Daerah (KPAD) Kota Bogor, Yusniar .
Salah seorang konselor, Ade mengatakan, bukan hanya tindakan pencegahan, pendampingan odha dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak kalah penting. Pasalnya, mereka tak jarang mendapat diskriminasi dan dilanggar hak asasinya sebagai manusia dan warga negara.
“Dalam pendidikan misalnya, ada anak dari pasangan ODHA tidak mendapat pelakuan pantas. Dalam pelayanan kesehatan pun sering ditolak rumah sakit dan klinik. Dalam karier, banyak perusahaan melakukan tes HIV/AIDS. Dalam keluarga sekalipun, mereka sering dikucilkan dengan pemisahan toilet dan alat makan,” bebernya.
Untuk memberikan pemahaman publik, rencananya hari ini, ratusan mahasiswa akademi Perawat dan Akademi Kebidanan akan memeringati Hari AIDAS Sedunia dengan aksi simpatik di Jalan Pajajaran, Jalan Djuanda, dan Jalan Laladon. Sementara itu, seksolog dari Aliansi Seksolog Indonesia, Boda Simanungkalit mengatakan, tingginya risiko HIV/AIDS di Kota Bogor diakibatkan faktor ketidaksetiaan terhadap pasangan. “Tapi, perlu diingat. Itu merupakan fenomena gunung eks. Yang tidak terdeteksi jumlahnya jauh lebih banyak dari penderita terdeteksi,” tandasnya. (Cr2/ram)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pedagang Daging Sapi Berencana Mogok Jualan
Redaktur : Tim Redaksi