Dalam poin utama di pasal 4, ditambahkan dengan pengecualian untuk kegiatan agama tertentu. Meskipun nama perda telah ditetapkan menjadi Pelarangan Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol, namun guna menghargai prinsip ibadah agama tertentu, hal ini menjadi pengecualian.
Anggota pansus, Djoko Poerwanto dan Andi Riyanto Lie mengusulkan, agar perda itu memberikan ruang untuk ritual keagamaan. Seperti agama Katolik, Budha, dan Konghucu. “Mereka pasti beribadah di rumah maupun tempat ibadah dan menggunakan semacam arak. Jangan sampai perda ini membelenggu kebebasan beragama,” usulnya.
Karena itu, Andi Lie meminta ada pasal pengecualian untuk kegiatan keagamaan atau ritual agama. Tidak hanya di rumah peribadatan, tetapi juga di rumah pribadi. Sebab, beberapa agama itu melakukan kegiatan peribadatan di rumah dengan memanfaatkan arak atau wine. Politisi Golkar itu khawatir, jika pengecualian itu tidak dimasukan, akan menjadi alasan pembenar bagi kelompok tertentu untuk memberangus kebebasan beragama. “Masukan itu dalam pasal pengecualian. Bisa terpisah atau digabung. Yang pasti ada aturan jelas,” ucapnya saat rapat.
Menanggapi hal itu, tim asistensi dari pemerintah kota (pemkot) dan pansus tidak keberatan. Akhirnya, pimpinan rapat, Cecep Suhardiman memasukan pengertian upacara keagamaan dalam pasal 1 angka 12. Disebutkan, upacara keagamaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan peribadatan dan dilaksanakan di tempat ibadah maupun tempat lainnya. Dengan demikian, pasal 4 yang berisi larangan, ditambahkan kalimat pengecualian untuk kegiatan keagamaan tertentu.
Poin penting lainnya, kata Cecep, tercantum dalam ketentuan peralihan pasal 10. Di mana, izin yang sudah dikeluarkan, masih tetap berlaku selama tiga bulan sejak perda ini ditetapkan. Selanjutnya, izin tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Selasa (18/6), DPRD telah mengagendakan rapat paripurna untuk pengesahan raperda pelarangan miras tersebut. “Ada sanksi juga. Bagi yang melanggar, dipidana kurungan enam bulan dan denda Rp50 juta,” ungkapnya.
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) UMKM, Ir Yati Rohayati mengatakan, selama ini masih ada 18 perizinan terkait Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) minuman beralkohol yang izinnya masih berlaku hingga beberapa bulan dan tahun ke depan. Sesuai dengan amanat perda pelarangan miras tersebut, dalam waktu tiga bulan setelah perda disahkan, izin ke-18 empat usaha itu akan dicabut dan tidak berlaku lagi. “Itu sesuai aturan. Kami akan koordinasi dengan pihak-pihak terkait,” ucapnya.
Tim asistensi dipimpin Asisten bidang Administrasi Umum Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon, Drs Asep Dedi MSi, Kepala Bagian Hukum Pemkot, Yuyun Sriwahyuni, dan unsur terkait lainnya. Saat detik-detik akhir finalisasi perda tersebut, tim asistensi dan pansus memberikan ruang untuk Satpol PP. Pasalnya, instansi ini disebut akan sangat berperan dalam penegakan Perda Pelarangan Miras.
Kepala Bidang Penegakan dan PPNS Satpol PP, Drs Buntoro Tirto AP mengatakan, kendala saat ini kurangnya PPNS. Karena itu, Buntoro meminta adanya tambahan PPNS yang membantu tugas Satpol PP saat melakukan penertiban dan penyidangan. Untuk penegakan bagi yang berizin, selama ada tenggat waktu tiga bulan kedepan, pihaknya akan sosialisasi agar mereka mempersiapkan diri menghentikan peredaran dan penjualan miras. Jika melanggar, Satpol PP akan menyita dan memusnahkannya. “Ini tugas kami,” tegasnya.
Bagi Satpol PP, perda pelarangan miras hingga nol persen sangat mendukung langkah Satpol PP untuk bergerak lebih luas. Selama ini, saat melakukan razia, Satpol PP terkendala miras yang ditemukan di bawah kadar 5 persen. Sementara, aturan menetapkan pelanggaran terjadi bagi miras diatas 5 persen. Dengan perda pelarangan miras ini, kendala tersebut sudah teratasi dengan sendirinya. “Termasuk pergudangan miras yang ada di Kota Cirebon. siap-siap pindah lokasi saja,” ucapnya. (ysf)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembangunan Geothermal Terancam Molor
Redaktur : Tim Redaksi