18 Provinsi Langgar Deadline Penetapan UMP

Minggu, 03 November 2013 – 05:37 WIB

JAKARTA--Penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2014 digedok Jumat malam pukul 24.00 WIB (1/11). Hingga ditutup ada 18 provinsi yang tidak mematuhi atau melanggar deadline penetapan UMP. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) berharap urusan UMP itu segera tuntas.
 
Seperti diberitakan kemarin, sudah ada 12 provinsi yang sudah menetapkan UMP. Kemudian hingga penutupan batas akhir penetapan UMP, Kemenakertrans merekapitulasi ada 16 provinsi yang sudah menetapkan UMP. Provinsi tambahan itu adalah Kepulauan Riau dengan UMP Rp 1.665.000, Riau (Rp 1,7 juta), Kalimantan Timur (Rp 1.886.315), dan Sumatera Utara (1.505.850).
 
Menakertrans Muhaimin Iskandar memberikan penghargaan tinggi kepada para gubernur yang telah menetapkan UMP tepat waktu, yakni pada 1 November 2013. Merujuk hasil rekapitulasi itu, Kemenakertrans menetapkan ada 18 provinsi yang belum menentukan besaran UMP-nya.
 
Meskipun masih banyak provinsi yang belum menetapkan UMP, Muhaimin mengatakan capaian tahun ini lebih bagus dibandingkan tahun lalu. Pada penetapan UMP 2013 yang digedok pada 3 November 2012 lalu, hanya ada enam provinsi yang menetapkan UMP. Yaitu provinsi Papua, Bengkulu, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat.
 
"Melalui penetapan UMP secara tepat waktu, berarti memberikan kepastian hukum bagi para pekerja dan pengusaha di daerah masing-masing," katanya di Jakarta kemarin. Menurut Muhaimin, penetapan UMP yang masih alot di sejumlah provinsi perlu didorong. Sebab penetapan UMP adalah urusan strategis dan diperlukan kehati-hatian.
 
Meskipun begitu Muhaimin mendukung provinsi yang menetapkan UMP tepat waktu. Sebab bisa segera diterapkan dan berlaku efektif dan dipenuhi oleh semua pihak, terutama pengusaha. Muhaimin menegaskan bagi provinsi yang belum menetapkan UMP, diminta segera mempercepat pembahasannya. Sehingga tidak menimbulkan masalah baru.
 
Sementara itu, pihak istana belum bersedia berbicara banyak terkait tuntutan kenaikan UMP oleh buruh. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah hanya menuturkan bahwa hingga saat ini, sudah ada solusi konkrit bagi sebagian persoalan tuntutan kenaikan upah tersebut. " Sampai hari ini sudah ada kemajuan dimana sudad 12 Propinsi (data baru 14 provinsi) telah tetapkan UMP 2014,"ujarnya ketika dihubungi, kemarin.
 
Firmanzah memaparkan, sebenarnya presiden telah mengeluarkan Inpres No.9 Tahun 2013 tentang penetapan UMP. Inpres tersebut memberikan panduan dan kejelasan peran bagi segenap penyelenggara negara baik di pusat maupun di daerah, mulai dari Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota. Penetapan UMP tersebut, lanjutnya, berdasarkan keberlangsungan usaha, produktivitas dan juga peningkayan kesejahteraan.
 
"UMP didasarkan pada kebutuhan hidup layak (KHL) yg trlah disepakati dan Dewan Pengupahan Daerah juga melakukan survey berkala. Anggota Dewan Pengupahan juga ada komponen dan serikat pekerja,"lanjutnya.
 
Sebelumnya, Menperin MS Hidayat menuturkan, sejauh ini tuntutan kenaikan UMP tersebut belum berdampak pada industri. "Namun, hal tersebut bisa menimbulkan persoalan, jika pengusaha tidak sepakat dengan kenaikan UMP. "Dia akan melakukan PHK, itu yang saya jaga,"katanya. "
 
Karena itu, Hidayat melanjutkan, pihaknya berniat menerbitkan aturan baru. Aturan tersebut nantinya mengatur pemberian insentif kepada pihak industri. "Untuk mendorong cash flow, supaya tetap positif untuk membayar karyawannya. Supaya tidak di-PHK,"ujarnya.
 
Namun, Hidayat menyesalkan aksi demo besar-besaran berupa mogok nasional yang berujung bentrokan. Dia menuturkan, seharusnya kaum buruh memanfaatkan forum bipartit. "Melalui cara ini tidak akan bentrokan fisik. Tapi mereka tidak mau diajak berdialog, diajak di forum dewan pengupahan mereka tidak datang. Padahal, kita meminta mereka ikut dalam dialog dan ikut memutuskan," imbuhnya. (wan/ken)

BACA JUGA: Orangtua Mahasiswa Hilang Di Pakistan Masih Putus Kontak

BACA ARTIKEL LAINNYA... Passing Grade Honorer K2 Ditentukan Usai Tes


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler