BANDUNG - Setiap harinya, sebanyak 1.900 bayi lahir di 26 Kota/Kabupaten se-Jawa Barat. Hal tersebut berdasarkan hasil survei Survei Demografis Kesehatan Indonesia (SDKI). Melihat banyaknya angka kelaihiran, maka Jabar merupakan provinsi dengan angka pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi.
Asisten Daerah Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Jabar, Aip Rivai, laju pertambahan penduduk yang mencapai 1,89 persen per tahun sangat berpengaruh terhadap jumlah penduduk di Jabar. Terlebih, Jabar pun memiliki daya tarik bagi para pendatang untuk meraih peruntungan dalam bidang ekonomi.
"Arus urbanisasi menjadi konsekuensi logis yang dimiliki Jabar sehingga angkanya pun cukup tinggi, terutama di daerah-daerah penyangga ibu kota seperti bekasi dan depok. Diperlukan sense of crisis dan sense of urgency dari semua pihak untuk mengatasi persoalan ini," ungkapnya beberapa waktu lalu.
Disisi lain, dengan jumlah penduduk sebanyak 44.856 juta jiwa dan angka pemerataan penduduk per kilo meternya mencapai 1100 jiwa, terpaut jauh dengan angka pemerataan di pulau Kalimantan yang hanya 30 jiwa per kilometer persegi. Maka kepadatan penduduk Jawa Barat sangat tinffi. Kondisi tersebut, bisa menimbulkan dampak sosial ekonomi.
Menanggapi persoalan itu, Wakil Gubernur Jabar yang juga kandidat Calon Gubernur Jabar periode 2013-2018, Dede Yusuf mengakui tingginya laju pertambahan penduduk di Jabar. Menurut Dede, untuk mengatasi persoalan tersebut, program-program Keluarga Berencana perlu kembali dihidupkan. "Peran BKKBN perlu ditingkatkan agar laju pertumbuhan penduduk bisa dikendalikan," katanya.
Selain menghidupkan kembali program-program KB, lanjut Dede, diperlukan upaya nyata untuk menekan arus urbanisasi. Pihaknya menyebutkan pelatihan keterampilan bagi seluruh masyarakat Jabar menjadi salah satu solusi untuk menekan urbanisasi. "Dengan pelatihan itu, pembangunan akan lebih merata. Masyarakat pun tidak perlu berbondong-bondong ke kota untuk mencari pekerjaan," ucapnya.
Dede pun mengaku tak setuju dengan kebijakan yang sifatnya memaksa dalam upaya mengendalikan jumlah penduduk. Menurutnya, hal itu akan menyinggung hak asasi manusia (HAM). "Saya tidak setuju dengan kebijakan yang sifatnya memaksa, karena itu melanggar HAM. Yang diperlukan justru peningkatan kesadaran masyarakat," imbuhnya.
Sementara itu, isteri Gubernur Jabar, Netty Heryawan, mengatakan, provinsi yang dipimpin suaminya itu merupakan satu-satunya provinsi yang membuat terobosan dengan menambah tenaga lapangan, seperti kader PKK, KB dan Posyandu. Selain itu, tokoh agama dan tokoh masyarakat pun ikut terjun dalam menyosialisasikan program pemerintah ini.
Namun, Netty menolak jika gencarnya sosialisasi program KB ini disebut represif atau memaksa masyarakat. “Kebijakan represif pun tidak akan berguna, jika masyarakat belum menyadari pentingnya pengendalian kependudukan ini. Oleh karena itu yang terpenting adalah adanya komunikasi personal ke masyarakat,” tandas Netty.(mld)
Asisten Daerah Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Jabar, Aip Rivai, laju pertambahan penduduk yang mencapai 1,89 persen per tahun sangat berpengaruh terhadap jumlah penduduk di Jabar. Terlebih, Jabar pun memiliki daya tarik bagi para pendatang untuk meraih peruntungan dalam bidang ekonomi.
"Arus urbanisasi menjadi konsekuensi logis yang dimiliki Jabar sehingga angkanya pun cukup tinggi, terutama di daerah-daerah penyangga ibu kota seperti bekasi dan depok. Diperlukan sense of crisis dan sense of urgency dari semua pihak untuk mengatasi persoalan ini," ungkapnya beberapa waktu lalu.
Disisi lain, dengan jumlah penduduk sebanyak 44.856 juta jiwa dan angka pemerataan penduduk per kilo meternya mencapai 1100 jiwa, terpaut jauh dengan angka pemerataan di pulau Kalimantan yang hanya 30 jiwa per kilometer persegi. Maka kepadatan penduduk Jawa Barat sangat tinffi. Kondisi tersebut, bisa menimbulkan dampak sosial ekonomi.
Menanggapi persoalan itu, Wakil Gubernur Jabar yang juga kandidat Calon Gubernur Jabar periode 2013-2018, Dede Yusuf mengakui tingginya laju pertambahan penduduk di Jabar. Menurut Dede, untuk mengatasi persoalan tersebut, program-program Keluarga Berencana perlu kembali dihidupkan. "Peran BKKBN perlu ditingkatkan agar laju pertumbuhan penduduk bisa dikendalikan," katanya.
Selain menghidupkan kembali program-program KB, lanjut Dede, diperlukan upaya nyata untuk menekan arus urbanisasi. Pihaknya menyebutkan pelatihan keterampilan bagi seluruh masyarakat Jabar menjadi salah satu solusi untuk menekan urbanisasi. "Dengan pelatihan itu, pembangunan akan lebih merata. Masyarakat pun tidak perlu berbondong-bondong ke kota untuk mencari pekerjaan," ucapnya.
Dede pun mengaku tak setuju dengan kebijakan yang sifatnya memaksa dalam upaya mengendalikan jumlah penduduk. Menurutnya, hal itu akan menyinggung hak asasi manusia (HAM). "Saya tidak setuju dengan kebijakan yang sifatnya memaksa, karena itu melanggar HAM. Yang diperlukan justru peningkatan kesadaran masyarakat," imbuhnya.
Sementara itu, isteri Gubernur Jabar, Netty Heryawan, mengatakan, provinsi yang dipimpin suaminya itu merupakan satu-satunya provinsi yang membuat terobosan dengan menambah tenaga lapangan, seperti kader PKK, KB dan Posyandu. Selain itu, tokoh agama dan tokoh masyarakat pun ikut terjun dalam menyosialisasikan program pemerintah ini.
Namun, Netty menolak jika gencarnya sosialisasi program KB ini disebut represif atau memaksa masyarakat. “Kebijakan represif pun tidak akan berguna, jika masyarakat belum menyadari pentingnya pengendalian kependudukan ini. Oleh karena itu yang terpenting adalah adanya komunikasi personal ke masyarakat,” tandas Netty.(mld)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banyak Obat Tradisional Tak Layak Edar
Redaktur : Tim Redaksi