2 Guru Muda Program SM-3T Tewas Terseret Arus

Kamis, 13 Desember 2012 – 14:37 WIB
JAKARTA - Pemerintah dinilai sudah memiliki program cukup baik demi pemerataan pendidikan di tanah air. Namun upaya itu tidak diiringi dengan pembangunan infrastruktur yang merata sehingga program pendidikan tidak maksimal.

Seperti yang diungkapkan Anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar. Kata dia, program Sarjana Mengabdi daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM-3T) telah memakan korban karena tidak meratanya infrastruktur di Provinsi Aceh.

Ia menceritakan, baru-baru ini  dua orang guru muda program SM-3T Winda dan Geugeut yang mengabdi di Aceh tewas karena terseret arus sungai Simpang Jernih yang sangat deras.

"Daerah tersebut memang minim infrastruktur. Tidak ada jalan raya, listrik, sinyal telepon, sarana transportasi yang minim, dan guru dengan honor kecil," kata Raihan, Kamis (13/12), yang mengaku miris dengan peristiwa itu.

Dia berharap peristiwa itu tidak menyurutkan langkah mulia guru-guru dalam program SM-3T untuk terus mengabdi. Dan bagi pemerintah hal ini hendaknya menjadi cambuk agar terus melakukan pemercepatan pembangunan infrastruktur dan pendidikan di Aceh.

Berdasarkan data yang dikemukakan Raihan, pemerintah pusat sudah menggelontorkan anggaran cukup besar untuk Aceh. Aceh juga mendapatkan Dana Otonomi Khusus sebesar Rp 6,1 triliun dari APBN untuk tahun anggaran 2013. Dana otonomi khusus ini dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan ekonomi.

Jika kita cermati, pasca Tsunami memang terjadi pembangunan infrastruktur besar-besaran termasuk dalam bidang pendidikan yang sangat baik dan bagus di Aceh. Namun hal tersebut belum merata sampai ke daerah 3T. Masih banyak sekolah yang minim infrastruktur sehingga akses ke situ tidak mudah. Karena itu pihaknya berharap pemerintah di Aceh benar-benar memanfaatkan dana otonomi khusus tersebut agar tepat sasaran.

"Tantangan pendidikan di Aceh masih berkutat pada kompetensi guru, infrastruktur pendidikan, pemerataan, dan seterusnya. Ini terlihat dari hasil UKG yang sangat rendah," ujar Raihan.

Ditambahkan, nilai UKG di Aceh hanya 37.62, di bawah nilai rata-rata nasional yang mencapai 43.84. Hal ini menempatkan Aceh pada urutan ke-2 terendah nilai UKG se-Indonesia. Angka Partisipasi Kasar (APK) tahun 2011 untuk SD adalah 100.59, SMP 96.46 dan SMA 78.92.

Dari data ini kita ketahui bahwa angka putus sekolah dari SMP ke SMA masih cukup tinggi. Sedangkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Aceh tahun 2010 adalah 71.70. Jumlah guru di Aceh sampai dengan tahun 2010 sekitar 76.000. Ini pun tidak merata, misalnya ada di satu kecamatan yang hanya memiliki guru PNS 18 orang padahal terdapat 9 SD Negeri di situ.

"Memang cukup berat tantangannya. Justeru hal ini harusnya menjadi cambuk bagi pemerintah setempat untuk membangun kualitas pendidikan Aceh agar mampu menghasilkan sumber daya manusia yang mampu mengemban peradaban Aceh pada masa yang akan datang," pungkas Raihan. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaga Perbatasan Manggopoh-Tiku, Polisi Kerahkan 500 Personil

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler