2 Kali Pilpres Menyisakan Residu Politik, 'Membelah' Masyarakat

Selasa, 15 November 2022 – 08:26 WIB
Ketua Forum 2045 Dr. Untoro Hariadi (paling kiri) menyebut pembelahan politik di masyarakat masih terasa. Foto: Dok Forum 2045

jpnn.com, JAKARTA - Forum 2045 menyatakan prihatin bahwa pergelaran Pilpres 2014 dan 2019 masih menyisakan residu politik yang membelah masyarakat secara tajam.

Peristiwa bergabungnya Prabowo Subianto dalam pemerintahan Jokowi-Maruf Amin, ternyata tidak juga menyatukan publik luas.

BACA JUGA: TGB Zainul Majdi Ingatkan Bahaya Politik Identitas

Ketua Forum 2045 Dr. Untoro Hariadi menilai fakta itu mengindikasikan belum adanya upaya serius dari berbagai kalangan untuk merajut persatuan bangsa yang terkoyak oleh perkubuan politik.

Atas dasar keprihatinan semacam itu, Forum 2045, organisasi guru besar dan akademia se-Indonesia, menyelenggarakan diskusi ’Common Project Rekonsiliasi dan Reintegrasi Nasional’.

BACA JUGA: Jokowi, Terimalah Realitas Politik, NasDem Sudah Menunjukkan Kemajuan Dukung Anies

Diskusi yang dilangsungkan di UC Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa (15/11) itu dikemas dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) dengan menghadirkan pakar neurosains dr. Roslan Yusni Hasan, Sosiolog Robertus Robet, Pakar politik Airlangga Pribadi Kusman, praktisi telematika MS. Manggalany, serta pakar komunikasi massa Wahyu Riawanti.

”Tema rekonsiliasi dan reintegrasi penting untuk digaungkan dalam upaya menjaga eksistensi negara-bangsa yang kita cintai dari potensi perpecahan, pengkerdilan budaya dan involusi kebangsaan,” ujar Dr. Untoro dalam siaran pers yang diterima, Selasa (15/11).

BACA JUGA: Survei Indikator Politik Indonesia: Mayoritas Publik Pengin Erick Thohir jadi Ketua Umum PSSI

Menurut Untoro, ajakan rekonsiliasi dan reintegrasi bangsa sangat relevan karena politik Indonesia secara umum masih belum beranjak dari kebanalan dan pragmatisme.

Ajakan tersebut juga bermanfaat sebagai antisipasi menjelang pemilu dan Pilpres 2024 mendatang. Terlebih lagi, wacana mengenai politik identitas yang merusak kembali marak belakangan ini.

“Literasi yang rendah dan daya kritis yang tumpul di tingkat akar rumputnya dapat disulut menjadi kayu bakar konflik, dengan api yang bernama populisme. Dalam situasi semacam itu, isu politik identitas dapat dimainkan untuk kepentingan kekuasaan, tanpa memperhitungkan dampaknya bagi bangunan kebangsaan kita,” lanjut dosen Universitas Janabadra Yogyakarta itu.

Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya yang hadir menyambut positif inisiatif Forum 2045.

Menurutnya, tema rekonsiliasi dan reintegrasi harus disuarakan terus menerus menjelang pesta demokrasi 2024 nanti.

“Saya kira kita semua telah alpa usai Pilpres 2019 kemarin. Rekonsiliasi pascapilpres lalu hanya dibangun di level elit dan di level bawahnya terabaikan. Inilah yang menyebabkan potensi polarisasi masih kuat. Apalagi, sepertinya ada yang terus mengorkestrasi sentimen politik identitas, terutama di medsos,” jelas Willy.

Willy menilai dibutuhkan upaya serta itikad yang kuat dari para pelaku politik untuk mencegah berlanjutnya keterbelahan seperti di tahun-tahun sebelumnya.

Dia pun menyebutkan saat ini Indonesia perlu negarawan yaitu kalangan yang senantiasa mengorientasikan semangat persatuan saat memegang kendali kekuasaan.

”Beda dengan politisi, negarawan percaya dengan political obligation (kewajiban politik) bahwa saat mereka berkuasa, proyek persatuan nasional dalam bentuk rekonsiliasi harus dipastikan berjalan,” pungkas Willy.(mcr10/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler