jpnn.com - PALU - Sebanyak dua warga negara China ditetapkan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah sebagai tersangka kasus pertambangan tanpa izin atau ilegal di wilayah Kota Palu.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulteng Komisaris Besar Djoko Wienarto mengatakan bahwa pelaku berinisial LJ (62), WN China, pekerjaan teknisi, dan ZX (62), WN China, pekerjaan sebagai teknisi laboratorium.
BACA JUGA: ESDM-Bareskrim Tangkap WN China Pelaku Tambang Bijih Emas Ilegal di Ketapang Kalbar
"Keduanya beralamat di Provinsi Hunan, China," kata Kombes Djoko saat kegiatan konferensi pers di Palu, Sulteng, Selasa (4/6).
Kombes Djoko menjelaskan Tim Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Sulteng menghentikan aktivitas pertambangan yang dilakukan kedua warga negara asing (WNA) itu di wilayah Vatutela, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, pada 20 Mei 2024.
BACA JUGA: Terdampar di Perairan Kupang, 6 WN China Diperiksa Polda NTT
Dia menjelaskan bahwa tersangka diduga melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin, yakni setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan atau pemurnian, pengembangan dan atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan atau batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin berupa material batu/pasir yang mengandung emas.
Saat melakukan penindakan, kata dia, kepolisian menyita tiga unit alat berat excavator, 20 tong plastik, empat unit mesin alkon, tiga batang pipa paralon, satu set alat uji sample, dua buah jeriken kapasitas 30 liter berisi bahan kimia hidrolik acid 32 persen dan hydrogen peroksida.
BACA JUGA: Berulah di Bali, 2 WN China Ini Kena Deportasi, Begini Kasusnya
"Atas perbuatan kedua tersangka, negara telah dirugikan dari kegiatan pertambangan tanpa izin dengan nominal sekitar Rp 11 miliar," ujarnya.
Djoko mengatakan tersangka dijerat dengan Pasal 158 dan 161 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar," kata Kombes Djoko. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi