"Satwa-satwa yang diperjualbelikan bebas di pasaran tradisional antara lain Elang Brontok, ular, Kucing Hutan, Kukang dan lainnya. Kita sangat prihatin. Karena itu, pihak berwenang dalam hal ini bisa kepolisian, BKSDA dan lainnya belum bisa melakukan upaya untuk menekan angka perdagangan satwa yang dilindungi," kata Hariyawan Agung Wahyudi, salah satu pendiri Biodiversity Society Purwokerto sekaligus adalah Advisor di Board Raptor Indonesia.
Yudi, sapaan akrabnya menjelaskan, habitat di hulu Sungai Banjaran sangat beragam dan merupakan endemik dari berbagai binatang yang dilindungi pemerintah. Mulai primata seperti Owa Jawa, Rek Rekan, Elang Jawa, Monyet Ekor Panjang dan lainnya. Dari hasil penelitiannya, Owa Jawa yang ada di Lereng Selatan Gunung Slamet mencapai enam kelompok dimana jumlah tiap kelompok antara 2-4 ekor. Pesebaran dari tiap kelompok antara 1 KM persegi.
Selain itu, Biodivercity Society merilis, di Hulu Banjaran tinggal menyisakan 3 pasang Elang Jawa. Padahal, pada tahun 2005 lalu, masih ada sekitar 5 pasang Elang Jawa. Karena itu, dia berharap, seluruh masyarakat bisa melakukan perlindungan. Baik itu masyarakat Hutan Pangkuan Desa sebagai masyarakat yang paling terdekat dengan hutan, atupun masyarakat perkotaan untuk terus meredam perdagangan ilegal tersebut.
Dia menjelaskan, elang Jawa adalah spesias yang mendekati dengan burung simbil negara yaitu Burung Garuda. Sebab, Elang Jawa memiliki jambul dan hampir memiliki ciri khas bulu di sekujur tubuhnya.
"Kepada pemerintah kami minta untuk pengamanan areal pesebaran habitat yang dilindungi dari tangan jahil. Kawasan Lereng Slamet sudah cukup untuk mengembangkan habitatnya sendiri, tinggal diawasi," ucapnya.
Agus Supriyanto, Kasi Pengelolaan Sumber Daya HUtan KPH Banyumas Timur menjelaskan bahwa KPH Banyumas Timur juga sudah melakukan survei, monitoring, dan pengelolaan lingkungan. Pada tahun 2011, diketahui ada 87 jenis satwa liar yang terdiri dari 19 mamalia, 9 jenis herpetofuna, dan 57 aves.
"Dari 87 jenis satwa liar teridentifikasi 24 jenis yang dilindungi. Beberapa diantaranya yang mendapat ancaman serius adalah Owa Jawa, Pinang Jawa, Macan tutul, Suruli Jawa, rekrekan, dan Kucing Hitam" ujarnya.
Ziani Rokhman, aktivis dari Raptor Indonesia menyebut bahwa ada 311 jenis Elang di seluruh dunia. Nah, dari jumlah itu, 75 jenis diantaranya ada di Indonesia. Status burung Elang sendiri adalah Genting dimana memerlukan pengawasan dan tindaklanjut agar tidak terjadi kepunahan. Bila Elang Jawa dibiarkan tanpa ada pengawasan, pada tahun 2025 mendatang dipastikan sudah punah oleh alam.
"Elang Jawa hanya bertelur 1 butir dalam 2-3 sekali. Pada tahun 2012 ini, hanya tinggal 325 ekor Elang. Karena itu, kita ingin kebersamaan dalam menjaga burung nasional yang memiliki kemiripan dengan lang jawa ini," ucap dia.
Rahmat Hidayat Kordinator Balai Konsevasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah Pemalang-Cilacap menjelaskan, bahwa keterbatasan personil BKSDA yang hanya ada 12 orang membuat pemantauan memang masih kurang. Langkah yang dilakukan adalah sosialisasi ke masyarakat agar lebih sadar melindungi satwa yang dinyatakan dilindungi.
Sampai Oktober 2012 ini, BKSDA Pemalang-Cilacap yang berkantor di Kabupaten Cilacap telah menangkap tiga orang yang hendak menjual perdagang hewan liar. Yaitu 7 Kancil, 1 burung tulung tantak, landak, elang brontok. "Sekarang sudah P-21 kasus ini," katanya.
Gunawan, aktivis Perkumpulan Suaka Elang Bogor yang melakukan rehabilitasi satu Elang Jawa bernama Jogjali yang kini sudah berada di Desa Melung, Kedungbanteng menjelaskan bahwa hari ini seekor Elang Jawa akan dilepasliarkan untuk menambah keberlangsungan habitat elang di Hulu Banjaran. (ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Siswi Kesurupan Nyanyi Lagu Asmirandah
Redaktur : Tim Redaksi