20 Tahun Kemudian, Pilpres Timor Leste Masih Didominasi Muka Lama

Minggu, 20 Maret 2022 – 18:20 WIB
Dua mantan presiden Timor Leste, Ramos Horta dan Xanana Gusmao berbincang saat kampanye terbuka Pilpres 2022, di Ermera, Timor Leste, Kamis (3/3). Foto: VALENTINO DARIEL SOUSA / AFP

jpnn.com, DILI - Pemilu Presiden (Pilpres) Timor Leste masih didominasi muka-muka lama, 20 tahun setelah negara itu merdeka dari Indonesia.

Menurut hasil penghitungan sementara yang dilansir Reuters, Minggu (20/3), petahana Francisco Guterres dan tokoh kemerdekaan Jose Ramos-Horta jauh meninggalkan calon-calon lain.

BACA JUGA: Salut! Timor Leste Rela Berbagi Medali Piala AFF U-23 dengan Laos

Saat berita ini diturunkan, panitia pemilihan telah selesai menghitung 33 persen suara masuk.

Hasilnya, Horta memimpin dengan 44,5 persen, diikuti Presiden Guterres dengan 24,1 persen.

BACA JUGA: Lah, Ada Atlet Malaysia, Timor Leste dan Arab Saudi di Olimpiade Musim Dingin Beijing

Horta dan Guterres sama-sama dibesarkan Fretilin, kelompok pejuang kemerdekaan Timor Leste yang kini telah bertransformasi jadi salah satu partai terbesar di negara tersebut.

Bedanya, Horta memilih cabut dari Fretilin pada 1988 untuk jadi politikus independen. Sementara Guterres tetap loyal kepada partai sampai hari ini.

BACA JUGA: Kabar Baik dari Mensos Risma Saat Kunjungi Warga di Perbatasan RI-Timor Leste

Horta pernah menjabat sebagai presiden Timor Leste pada 2008-2012. Gutteres sendiri terpilih sebagai presiden pada 2017, setelah mengalmi kegagalan di dua pilpres sebelumya.

Timor Leste, negara termuda di Asia mengadakan pemilihan presiden kelima sejak kemerdekaan 20 May 2002.

Generasi pemimpin kemerdekaan negara itu dan mantan pejuang mendominasi daftar 16 kandidat.

Timor Leste telah bergulat dengan ketidakstabilan politik dan kebutuhan untuk mendiversifikasi ekonominya yang bergantung pada minyak dan gas.

Ramos-Horta, 72, mengatakan dia merasa terdorong untuk mencalonkan diri setelah presiden petahana menyelewengkan kewenangan.

Penyelewengan dimaksud adalah menolak untuk mengangkat tujuh menteri setelah pemilihan parlemen 2018.

Langkah itu memicu kebuntuan politik yang sedang berlangsung di negara berpenduduk 1,3 juta jiwa itu.

Setelah memberikan suaranya di Dili pada hari Sabtu, Guterres mengatakan dia optimis tentang peluangnya.

"Siapa pun yang berlari harus siap menang dan siap kalah," katanya, "Tapi saya ingin mengatakan saya akan menang."

Jika tidak ada kandidat yang memenangkan mayoritas langsung, pemungutan suara akan dilanjutkan ke putaran kedua pada 19 April antara dua kandidat teratas. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler