2.000 Nyawa Melayang, Disebut Genosida Presiden Berang

Rabu, 31 Agustus 2016 – 08:33 WIB
Rodrigo Duterte. Foto: AFP

jpnn.com - MANILA – Meski banyak kritik dan kecaman dari dalam serta luar negeri terkait program antikriminalitas yang dicanangkan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte maju terus. 

Namun, saat program yang membuat hampir 2.000 nyawa melayang itu disebut genosida, pemimpin 71 tahun itu berang.

BACA JUGA: Mengerikan! 323 Bangkai Berserakan

’’Genosida? Siapa yang saya bunuh? Saya tidak membunuh seorang bocah pun. Saya tidak menjatuhkan (bom) barel seperti (Presiden Syria Bashar al Assad),’’ tegas Duterte Senin (29/8). 

Dia lantas mengatakan, program yang sedang berjalan itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum. 

BACA JUGA: Heboh! Pemilik Restoran Usir Dua Muslimah

Hanya, dia memilih jalur kekerasan. Yakni, menembak mati para pelaku kejahatan dan penjahat narkoba.

’’Saya berperang melawan kriminal,’’ katanya setelah berziarah di taman makam pahlawan pada peringatan Hari Pahlawan Nasional Filipina. 

BACA JUGA: Reog Ponorogo Sukses Mengguncang Filipina

Karena itu, dia menyatakan siap membela program kontroversial yang didukung kepolisian nasional tersebut. 

Bahkan, dia bersedia masuk penjara untuk membela orang-orang yang selama ini mendukungnya. Termasuk para polisi.

Dalam kesempatan itu, Duterte membandingkan program anti kriminalitasnya dengan kebrutalan Assad. 

Dia juga membandingkannya dengan kekejian militan Negara Islam alias Islamic State (ISIS). 

’’Saya tidak membakar hidup-hidup sejumlah perempuan hanya karena mereka menolak berhubungan bad*n,’’ ucapnya tentang ISIS yang disebut idiot.

Saat berkampanye, Duterte sesumbar bakal menghabisi sekitar 100.000 pelaku kriminal dan penjahat narkoba dalam semester pertama pemerintahannya. 

Sejauh ini sedikitnya nyawa 1.779 pelaku kriminal dan penjahat narkoba sudah melayang di tangan polisi dan death squad. 

Sementara itu, sekitar 600.000 lainnya memilih menyerahkan diri ke polisi. Namun, sampai sekarang jumlah pecandu narkoba di Filipina masih berkisar 3,7 juta.

Aksi main hakim sendiri masih mewarnai perang antikriminalitas yang digagas Duterte. Yang terbaru adalah penembakan di Pelabuhan Aklan yang merenggut nyawa Melvin Odicta Sr. dan istrinya, Meriam. 

Pebisnis top asal Kota Iloilo, Provinsi Iloilo, itu tewas setelah timah panas menembus tubuhnya. Padahal, konon dia tengah dalam perjalanan menyerahkan diri ke polisi.

Odicta memilih menyerahkan diri setelah Kepala Polisi Nasional Ronald dela Rosa menyebut pria berjuluk Dragon itu sebagai bandar narkoba. 

Padahal, saat kali pertama tudingan itu diarahkan kepadanya, Odicta sudah membantah. 

Bahkan, dia mengaku sangat ketakutan karena banyak mendengar sepak terjang death squad. Tetapi, dela Rosa bergeming. Dia yakin Odicta alias Dragon memang bandar narkoba.

’’Siapa lagi yang dia bodohi? Anda semua tahu, dia adalah bandar narkoba. Tapi, dia terus-menerus membantah. Mari, silakan katakan itu kepada marinir,’’ kata dela Rosa saat melawat Iloilo Jumat lalu. 

Selang tiga hari setelah itu, Odicta benar-benar dihabisi. Seorang pria bersenjata langsung menembaki Odicta dan istrinya yang baru saja turun dari feri.

Saat media mengaitkan kematian Odicta dengan death squad atau kesewenang-wenangan aparat, polisi mengungkap motif lain. 

’’Pelaku yang hanya satu orang itu sepertinya seseorang yang kenal dengan korban dan mereka saling terhubung karena narkoba. Sepertinya pelaku tidak mau rahasianya dibongkar korban,’’ jelas Jose Gentiles, kepala polisi setempat.

Sebelumnya, kematian Eric Sison juga mengundang perhatian publik. Pemuda yang sehari-hari menjadi penarik becak motor itu tewas di tangan seorang polisi. Padahal, ketika itu Sison yang diklaim sebagai pengedar narkoba tersebut sudah menyerah. 

Namun, tiga polisi yang berhadapan dengan pria tidak bersenjata itu tetap memuntahkan timah panas dari pistolnya. Kini publik menuntut keadilan.

Rachelle Bermoy, kekasih Sison, menggugat pemerintah atas kematian lelaki yang dicintainya itu. ’’Dia ditembak 14 kali,’’ katanya tentang aksi koboi polisi di F. Muñoz Street, Kota Pasay, tersebut.

Kepada media, Bermoy menegaskan bahwa Sison bukan pengedar narkoba atau pecandu. Polisi pun langsung menanggapi dengan baik keluhan Bermoy dan menonaktifkan tiga polisi yang diduga membunuh Sison.

Kemarin (30/8) media menyebarluaskan foto Sison yang bersemayam di dalam peti. Di atas peti tersebut, ada seekor anak ayam yang bebas berjalan ke sana-sini. 

’’Anak ayam itu sengaja diletakkan di sana sebagai simbol pencarian keadilan,’’ papar salah seorang kerabat Sison. (AFP/Reuters/AP/theinquirer/hep/c15/any)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Promosikan Wonderful Indonesia di Shanghai, Arief Yahya Kutip Pidato Jokowi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler