jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah menaruh optimisme pada tingkat pertumbuhan perekonomian pada 2015 mendatang. Hal ini terlihat dari adanya kenaikan proyeksi akselerasi ekonomi menjadi 5,8 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015.
Sebelumnya, pemerintah hanya mematok pertumbuhan ekonomi tahun depan di angka 5,6 persen.
BACA JUGA: Jokowi-JK Diminta Anulir Penghapusan Minyak Goreng Curah
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, asumsi makro yang telah disepakati tersebut pada dasarya masih dalam rentang yang telah diperkirakan oleh Pemerintah. Yang jelas, kata Chatib, pelaksana APBN yang bakal digedok itu sebetulnya pemerintah baru mendatang.
Sehingga, pihaknya berharap presiden terpilih dan jajarannya diharapkan dapat menggenjot ekonomi ke posisi yang lebih baik.
BACA JUGA: Dahlan Usahakan Trans Sumatera Di-launching Akhir September
"Pertumbuhan ekonomi dan rupiah lebih bagus (tahun depan)," ungkapnya usai menandatangani kesepakatan dengan Komisi XI DPR, Bappenas, dan Bank Indonesia (BI), kemarin (3/9).
Asumsi pertumbuhan ekonomi yang telah disepakati Badan Anggaran tersebut, lebih tinggi dibandingkan APBNP 2014 sebesar 5,5 persen. Juga melebihi realisasi pertumbuhan ekonomi pada 2013 yang sebesar 5,78 persen. Di pihak lain, IMF meramalkan perekonomian Indonesia pada 2015 bisa menyentuh 5,8 persen.
BACA JUGA: Perluas Pasar, Jamkrindo Gandeng Perusahaan Asuransi Jiwa
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Andin Hadiyanto memaparkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari kondisi internasional yang memang tengah melemah. Khususnya yang terjadi pada pasar ekspor utama Indonesia yakni Tiongkok, yang terus mengalami penurunan output ekonominya. Hal ini secara otomatis mengakibatkan turunnya permintaan Tiongkok terhadap komoditas dari Indonesia.
"Turunnya Tiongkok membuat harga tambang dan hasil perkebunan jatuh. Padahal 50 persen dari ekspor Indonesia ke Tiongkok. Karena itu ekspor perlu ke produk-produk berbasis industri," ujarnya.
Di samping merevisi pertumbuhan ekonomi, Pemerintah juga mengubah beberapa asumsi makro 2015 seperti inflasi menjadi 4,4 plus minus satu persen, dari sebelumnya hanya 4,4 persen. Begitu pula dengan nilai tukar rupiah di level Rp 11.600 hingga Rp 11.900.
"Suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) tiga bulan pada awalnya 6,2 persen, menjadi 6 persen," paparnya.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, asumsi RAPBN 2015 yang dipatok oleh Pemerintah dinilai sesuai dengan perkiraan BI. Pada 2015, pertumbuhan ekonomi versi BI dalam rentang 5,4-5,8 persen. Sementara inflasi pada kisaran 4,0 persen plus minus 1 persen.
Akan tetapi, BI memproyeksi pergerakan nilai tukar rupiah bisa lebih tinggi. Yakni di level Rp 11.800-Rp 12 ribu per USD, dengan nilai tengah Rp 11.900 per USD.
Menurut Perry, forecast rupiah tersebut dipicu oleh pemulihan ekonomi di Amerika Serikat yang membawa konsekuensi normalisasi suku bunga The Fed.
"Kalau tidak ada normalisasi suku bunga, Rupiah bisa Rp 11.800 per USD. Melihat saat ini sekitar Rp 11.700 per USD. Namun normalisasi The Fed ini tidak boleh diabaikan," ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR Dolfi Othiniel Fredric Palit mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut harus dirasakan oleh semua kalangan.
"Pertumbuhan ekonomi harus berkualitas. Dengan pertumbuhan segitu, seberapa besar dampak perbaikan kesejahteraan ke petani dan nelayan," tuturnya. (gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Trans Sumatera Batal Groundbreaking
Redaktur : Tim Redaksi