2017, Rp 1.000 jadi Rp 1

BI Tegaskan Redenominasi Bukan Sanering

Minggu, 16 Desember 2012 – 05:51 WIB
JAKARTA - Proses sosialisasi penyederhanaan nilai mata uang (redenominasi) rupiah dengan menghilangkan tiga nol di belakang butuh waktu lama. Jika tahun depan usul itu disetujui DPR, setidaknya masih butuh waktu tiga tahun lagi untuk masa transisi. Dengan begitu, Rp 1.000 menjadi Rp 1 baru terwujud 2017.
   
"Prosesnya sangat panjang, tidak sebentar. Terutama untuk masa transisi dari mata uang yang sekarang menjadi mata uang baru," ujar Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad di sela acara Silaturahmi Nasional Masyarakat Syariah, Sabtu (15/12).

Langkah awal yang perlu dilakukan, kata Muliaman, adalah membuat payung hukum terlebih dahulu. Rencananya, DPR akan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi tahun depan.

Setelah disetujui, baru dilakukan masa transisi selama beberapa tahun. "Kalau becermin yang dilakukan Turki, kira-kira butuh waktu lima tahun," tandasnya.

Turki tercatat pernah sukses melakukan redenominasi dengan menghilangkan enam angka nol pada mata uangnya. Turki mengubah 1.000.000 lira menjadi 1 lira pada 2005. Kebijakan redenominasi ini dilakukan untuk menekan laju inflasi Turki yang sangat tinggi sejak 1970-an.

Sebagai dampak inflasi tinggi, Bank Sentral Turki selalu menerbitkan mata uang kertas baru dengan pecahan yang sangat besar. Bahkan, ada satu uang kertas yang nilainya mencapai 20 juta lira atau merupakan mata uang dengan nominal terbesar di dunia. Hal ini pula yang menyebabkan kredibilitas mata uang Turki menurun.

Dalam masa transisi, mata uang lama tetap berlaku dan ditarik perlahan-lahan hingga 2006. Proses transisi berjalan mulus. Masyarakat Turki tidak perlu berebutan dan mengantre menukarkan uangnya ke mata uang baru karena uang lama tetap berlaku. Dengan begitu, pertukaran antara mata uang lama dan baru berjalan secara alami.

Direktur Eksekutif dan Kepala Departemen Riset Ekonomi BI Perry Warjiyo mengatakan, redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan mata uang agar lebih efisien dalam bertransaksi. Selain itu, untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara lain. "Ini bukan sanering (pemotongan nilai uang)," tegasnya.
    
Pada redenominasi, lanjut dia, nilai mata uang terhadap barang tidak berubah karena hanya cara penyebutan dan penulisannya yang disesuaikan. "Kalau tahun depan (redenominasi) disetujui DPR, masa transisi kita usulkan tiga tahun. Tapi masyarakat jangan kaget, ini hanya penyederhanaan," pesannya.

Perry menyebut, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, terutama. masalah aspek legal. Untuk itu, program redenominasi sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013. "Selanjutnya ada proses pembuatan UU. Tugas kita selanjutnya adalah bagaimana melakukan sosialisasi, edukasi, dan penjelasan ke publik," imbuhnya.

Berbagai persiapan, baik legal dan sosialisasinya sudah dipersiapkan BI sejak lama. Jika RUU-nya disetujui DPR, pedagang diwajibkan mencantumkan dua label harga. Yaitu harga lama dan harga redenominasi, sehingga tak ada pembulatan harga. "Saat transisi BI akan menyiapkan dua mata uang. Ada rupiah lama dan rupiah baru," tandasnya.

Seandainya tahun depan RUU disahkan, pada 2014 sudah bisa dimulai masa transisi redenominasi selama tiga tahun atau hingga 2016. Selama masa itu, mata uang lama akan ditarik secara perlahan dari masyarakat.

Jika hal itu berjalan sesuai rencana, mata uang baru akan efektif berlaku pada 2017. "Proses ini tentunya tidak akan mengubah daya beli masyarakat," jelasnya. (wir/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengusaha Batubara Diancam Sanksi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler