2019, Garuda Target Raup Laba Rp 1 Triliun, Caranya?

Minggu, 23 Desember 2018 – 00:14 WIB
Pesawat Garuda. Ilustrasi Foto: dok.JawaPos.com

jpnn.com, JAKARTA - Tahun 2019, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk pasang target meraup laba (di luar pajak) senilai Rp 1 triliun. Perseroan juga optimistis masih memiliki ruang mencetak laba bersih pada akhir tahun ini.

Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra mengatakan, target tersebut akan diakselerasikan melalui sejumlah aksi perseroan dalam mengembangkan segmen bisnis pendukung bersama mitra strategis.

BACA JUGA: Bandara Kertajati Tambah Rute ke Sumatera dan Kalimantan

”Pengembangan sektor industri manufaktur ban vulkanisir pesawat pertama di Indonesia yang akan dijajaki bersama anak usaha GMF Aero Asia,” ujarnya, Jumat (21/12).

Kondisi keuangan perseroan memang menunjukkan perbaikan. Hingga akhir kuartal III, maskapai terbesar tanah air tersebut masih mencatat rugi bersih USD 131,72 juta. Lebih kecil 36 persen ketimbang rugi USD 207,49 juta yang dicatat pada periode yang sama tahun lalu.

BACA JUGA: Sriwijaya Air Punya Jajaran Direksi Baru

Namun, pada November 2018, pendapatan maskapai tersebut tumbuh 13,4 persen jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu. Pada November 2017, pendapatan operasional Garuda Indonesia USD 205 juta yang kemudian meningkat menjadi USD 232,4 juta.

Pendapatan pada Oktober 2018 juga tumbuh 4 persen, dari USD 201,3 juta pada Oktober 2017 menjadi USD 209,3 juta pada Oktober tahun ini. Sayang, pada periode 11 bulan 2018, pendapatan Garuda merosot sebesar 1 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pada periode tersebut, tarif rata-rata memang menurun 0,3 persen.

BACA JUGA: Garuda Indonesia Pilih Xpander Gantikan Mobilio Karena Ini

Saat ini Garuda juga menjajaki pengoperasian pesawat kargo (cargo freighter). ”Itu yang nanti menunjang akselerasi bisnis kargo,” katanya.

Melalui lini usaha kargo udara, perseroan memperkenalkan konsep layanan pusat logistik berikat yang terdiri atas 2 hub kargo nasional di Jakarta. Hub tersebut menjadi pusat berikat distribusi kargo udara dan kargo e-commerce. Sedangkan hub kargo nasional di Denpasar mengelola ekspor dan impor marine product dan transhipment e-commerce.

Kinerja kargo Garuda Indonesia juga meningkat cukup signifikan. Pendapatan dari kargo tumbuh 28,1 persen, dari USD 19,2 juta pada 2017 menjadi USD 24,6 juta pada Oktober tahun ini. Sementara itu, pada November 2018, pendapatan dari kargo tumbuh 4,6 persen, dari USD 21,6 juta menjadi USD 22,6 juta.

Pada bagian lain, tingkat keterisian atau load factor pesawat naik tajam memasuki peak season atau musim puncak libur panjang. Untuk rute dari Surabaya, permintaan paling tinggi adalah tujuan ke Denpasar dan Singapura.

Vice President PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Region Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Asa Perkasa mengatakan, periode peak season berdasar booking trend outbound Surabaya adalah selama seminggu ke depan (21–28 Desember 2018), khususnya untuk rute tujuan Denpasar dan Singapura. Untuk destinasi lainnya, peningkatan demand terlihat pada 21–23 Desember 2018.

”Hingga hari ini, tingkat keterisian dari booking untuk destinasi outbound dari Surabaya mencapai di atas 95 persen. Tingkat keterisian yang tinggi itu terjadi pada periode mendekati Natal dan menjelang akhir tahun,” paparnya.

Selama periode 21–31 Desember 2018, load factor tercatat tinggi. Kecuali pada 25 dan 31 Desember yang trennya cenderung menurun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, permintaan pada periode Natal dan tahun baru kali ini menunjukkan kenaikan. Tercatat, peningkatan dari segi load factor sebesar 3-4 persen. (vir/res/c7/fal)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mitsubishi Xpander Resmi Layani Pramugari Garuda Indonesia


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler