2024, Kemendikbudristek Targetkan Jalur Rempah Jadi Warisan Dunia UNESCO

Sabtu, 09 Desember 2023 – 22:17 WIB
Suasana pameran bertajuk Jalur Rempah: Rumah Rempah Dunia” di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta yang dibuka hari ini, Sabtu (9/12). Foto Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pameran bertajuk Jalur Rempah: Rumah Rempah Dunia” di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta resmi dibuka hari ini.

Pameran besutan Museum dan Cagar Budaya (MCB) atau Indonesian Heritage Agency (IHA) ini berangkat dari gagasan untuk menarasikan ulang sejarah perjalanan dan perdagangan Rempah Nusantara.

BACA JUGA: Festival Budayaw IV Resmi Ditutup, 4 Negara Berkolaborasi di Jalur Rempah

Mengisahkan mengenai proses penyebarannya yang sudah terjadi jauh sebelum bangsa Eropa melakukan pencarian dan ekspedisi rempah ke wilayah Nusantara.

Rempah menyebar melampaui batas ruang dan waktu. Rempah telah ditemukan di dalam tubuh dan makam raja-raja Mesir Kuno dari abad ke-13 SM, hingga hadir dalam sepiring hidangan yang kita nikmati hari ini.

BACA JUGA: Program TEKAD Dukung Revitalisasi Jalur Rempah Maluku Utara

Indonesia sendiri melahirkan berbagai jenis Rempah Raja seperti cengkih, pala, dan cendana yang menjadi komoditas utama.

Pada masanya, komoditas rempah-rempah ini bernilai lebih mahal dari emas.

BACA JUGA: Bahasa Indonesia Jadi Bahasa Resmi UNESCO, TKN Prabowo-Gibran: Ekspor Budaya Harus Kita Lanjutkan

Banyaknya artefak, catatan sejarah, dan keunikan budaya dari masa lalu menggambarkan aktivitas masa lampau masyarakat Nusantara yang membangun jalur perdagangan global yang disebut dengan Jalur Rempah (Spice Routes).

Jalur Rempah memiliki nilai sejarah penting yang dapat menjadi wawasan berguna untuk perkembangan perdagangan global.

Untuk itu, pada 2017, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menginisiasi pengusulan Jalur Rempah sebagai Warisan Budaya Dunia ke UNESCO.

Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid menjelaskan sejarah Jalur Rempah dari masa ke masa merupakan contoh nyata bahwa diplomasi budaya telah dipraktikkan di segala lini oleh individu, komunitas masyarakat, hingga tingkatan negara-bangsa. 

"Jalur Rempah dapat menjadi pijakan dalam melihat kembali berbagai kemungkinan kerja sama antarbangsa untuk mewujudkan persaudaraan dan perdamaian global," kata Hilmar, Sabtu (9/12).

Hilmar melanjutkan bahwa upaya pengajuan Jalur Rempah sebagai Warisan Dunia UNESCO ditargetkan untuk tercapai pada 2024. Keberhasilan upaya ini akan membutuhkan usaha bersama untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan, memelihara, dan mengedukasi generasi mendatang tentang pentingnya Jalur Rempah.

Berangkat dari semangat untuk bersama-sama mengantarkan Jalur Rempah menjadi warisan budaya dunia, MCB bersama dengan unit Museum Nasional Indonesia dan Museum Kebangkitan Nasional berkolaborasi dengan berbagai ahli dan pihak seperti Culture Lab Consultancy (CLC), Yayasan Negeri Rempah dan Cukup Cakap menghadirkan Pameran “Jalur Rempah: Rumah Rempah Dunia” untuk mengedukasi publik khususnya generasi muda tentang arti penting Jalur Rempah, dengan menghadirkan tata pamer dan berbagai kegiatan menarik.

Ahmad Mahendra selaku Pelaksana Tugas Kepala MCB/IHA, menjelaskan melalui proses kuratorial bersama-sama dengan para pakar dan komunitas yang memang ahli di bidang ini, pameran ini akan menceritakan kisah perkembangan ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan yang didorong oleh Jalur Rempah.

"Kami harap dengan penyajian yang memiliki nilai-nilai baru ini dapat mempertegas nilai sejarah dan warisan budaya nusantara kita, Jalur Rempah, yang tidak ternilai harganya," kata Ahmad Mahendra.

Pameran ini menghadirkan enam instalasi utama yang terdiri atas Area Koleksi Jalur Rempah, Replika Bas Relief Borobudur, Herbarium Tanaman Rempah, Instalasi Peta Interaktif Jalur Rempah, Panel Aplikasi Rempah Internasional dan Instalasi Interaktif Replika Kapal Borobudur.

Objek yang ditampilkan dalam pameran ini berjumlah 35 buah, mulai dari prasasti dan mata uang kuno hingga benda kehidupan sehari-hari, seperti pipisan-gandik (untuk mengolah jamu dan obat-obatan tradisional), serta gahi-gahi (tongkat pemetik pala) dan tukiri (keranjang) yang masih digunakan pada perkebunan pala saat ini.

Pameran ini juga mengedepankan aspek interaktivitas dan partisipatif. Pengunjung dari berbagai kalangan usia berkesempatan berinteraksi dengan macam-macam instalasi seperti menghirup aroma rempah, merasakan berlayar di samudera dengan replika Kapal Borobudur, dan masih banyak lagi.

Sepanjang pameran akan diadakan berbagai program publik yang melibatkan para pelajar, mahasiswa, komunitas rempah, penggiat budaya dan publik secara umum.

Beberapa kegiatan tersebut antara lain seperti Sesi Berbagi, Sesi Kongkow Akhir Pekan, Sesi Rumpi Rempah, Sesi Aksi untuk Bumi, Sesi Jamuan Negeri Rempah dan Sesi Pertunjukan Musik pada setiap akhir minggunya.

Untuk mengunjungi pameran, publik dapat membeli tiket dengan tarif Rp2.000 (dewasa) dan Rp1.000 (anak-anak). (esy/jpnn)


Redaktur : Friederich Batari
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler