jpnn.com, MAKASSAR - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Pemprov Sulawesi Selatan sukses menggelar Festival Budayaw IV di Benteng Rotterdam, Makassar pada 1 sampai 5 September.
Saat penutupan, Festival Budayaw IV menggelar sebuah pementasan Budayaw Raya dan seminar internasional Jalur Rempah yang merupakan kolaborasi empat negara East ASEAN Growth Area, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina (BIMP-EAGA).
BACA JUGA: Festival Budayaw IV, Angkat Isu Perdamaian Lewat Teatrikal Bongaya: Rampai dalam Damai
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Irini Dewi Wanti mengatakan budaya menjadi bagian penting untuk dapat memberikan solusi terhadap masalah global, isu lingkungan, ketahanan pangan, dan kesejahteraan.
"Selama empat hari ini, kita telah menyaksikan kesenian, lokakarya pewarnaan alami, dan lokakarya kuliner dari semua delegasi, serta seminar Jalur Rempah. Keragaman budaya yang dikemas dalam festival ini tentu untuk hidup yang berkelanjutan,” tutur Irini dalam penutupan Festival Budayaw IV, Senin malam (4/9).
BACA JUGA: Prajurit TNI AL Gelar Pementasan Seni dan Budaya Indonesia di Afrika
Melalui lokakarya pewarnaan alami dan kuliner, kata Irini, BIMP-EAGA telah merevitalisasi kembali wastra tradisional dan menghidupkan kembali lingkungan dengan keragaman hayati.
Banyaknya sumber karbohidrat yang dapat dibudidayakan menjadi pilihan kita, tidak semata-mata hanya mengandalkan beras atau nasi sebagai bahan makan utama, laut kita juga memberikan sumber protein yang luar biasa
BACA JUGA: MBKM Kemendikbudristek Berdampak Positif, Perguruan Tinggi Tunggu Apa Lagi?
Melalui pertunjukkan kesenian, lanjut Irini, Festival Budayaw IV menunjukkan keberagaman seni budaya yang mengajarkan kepada masyarakat di empat negara pentingnya menghormati keberagaman.
“Keberagaman sebagai negara serumpun yang memiliki persamaan seni dan budaya,” ujarnya.
Ketua Delegasi Filipina Myra Paz Abubakar yang merupakan wakil sekretaris Departemen Pariwisata Filipina, mengutarakan keseruannya mengikuti Festival Budayaw IV di Makassar.
Menurutnya, selama mengikuti Festival Budayaw, penggunaan bahasa menjadi suatu tantangan bagi delegasinya karena bahasa nasionalnya berbeda.
“Namun, karena sesama anggota delegasi BIMP-EAGA, kita masih bisa saling mengenal satu sama lain dan menikmati serta berbagi tentang kebudayaan masing-masing,” ujar Myra Paz.
Dia berharap Festival Budayaw V pada 2025 yang akan digelar di Filipina, selain menikmati budaya, para delegasi dapat berkunjung ke objek-objek wisata, termasuk menikmati kulinernya.
Saat ini banyak program pariwisata, salah satunya Halal Tourism di Filipina, apalagi beberapa waktu lalu negara tersebut memenangkan ajang penghargaan sebagai destinasi wisata halal yang ramah muslim.
"Jadi, kami berharap semoga saudara-saudara kita yang muslim bisa berkunjung ke Filipina dan mendapatkan pengalaman “Halal Tourism,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Delegasi Malaysia Alesia Sion, yang merupakan wakil sekretaris Tetap II, Sabah, Malaysia menuturkan Festival Budayaw sangat meriah dan cocok sekali dilaksanakan di tempat yang bersejarah, seperti Benteng Rotterdam.
Dari Malaysia, seni dan budaya yang ditampilkan dihadirkan dari dua negeri di Borneo, yaitu Serawak dan Sabah.
Di samping itu, Malaysia juga menghadirkan lokakarya kuliner Pinarasakan Sada, salah satu makanan tradisi etnik yang berasal dari pedalaman Sabah, dari suku kaum Kadazan Dusun yang memiliki 35 etnik dan 217 sub-etnik.
Ram Prapanca sebagai dramaturg pertunjukan Budayaw Raya menyampaikan pertunjukan ini menggambarkan keragaman budaya empat negara.
Dia mengatakan, keragaman dan perbedaan dalam kebersamaan adalah titik pijak bagi kehidupan yang berkelanjutan.
“Keragaman bukanlah kutukan, tetapi berkah bagi semua orang. Ketahuilah, kebersamaan dalam keragaman itu tidak terwujud begitu saja,” ungkapnya.
Sementara itu, lanjutnya, kebersamaan adalah sebuah proses tanpa akhir. Berbagai pertentangan senantiasa akan muncul dalam proses itu.
Masing-masing berdiri di tempatnya sendiri, melihat segalanya dari ruang dan waktu yang berbeda. Itulah pelangi yang membentang di cakrawala kehidupan.
Untuk menyukseskan pentas Budayaw Raya para peserta telah berlatih bersama dengan penata gerak Ridwan Aco dan Nanang Ruswandi yang dibantu asisten Ela Mutiara Jaya Waluya dan Rines Onyxi Tampubolon.
Adapun, penata musik ditata oleh Fattah Tuturilino, lighting Sukma Sillanan & Cua, serta desain grafis oleh Agus Linting.
Pada penutupan Festival Budayaw IV, juga digelar seminar internasional bertajuk 'Jalur Maritim dan Rempah dalam Konektivitas Budaya di Kawasan Asia Tenggara dan Dunia pada Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan'.
Hadir lima narasumber dari negara anggota BIMP-EAGA, yaitu Horst Liebner, Fadly Rahman, Muhammad Ridwan Alimuddin, Dayang Adibah binti Md Jaafar, dan Ed Gibson Benedicta.
Direktur Irini mengatakan seminar ini bisa mengungkap adanya konektivitas, baik dari aspek sejarahnya, maupun aspek kultural.
Dia berharap, seminar internasional ini bisa memberikan inspirasi bagi masyarakat di empat negara dalam membangun suatu narasi yang lebih luas tentang Jalur Rempah.
”Seminar ini nantinya bisa mengungkap bahwa ketersambungan ini adalah sebuah peradaban yang mungkin tiap-tiap daerah di Indonesia maupun dunia internasional menjadi suatu keniscayaan bahwa kita sebenarnya saling beririsan antarbudaya, bisa saling-silang budaya,” ujarnya.
Sementara itu, kurator Festival Budayaw IV, Adi Wicaksono, mengatakan seminar internasional ini membahas sejarah Jalur Rempah dan maritim dalam konteks konektivitas budaya di kawasan Asia Tenggara dan dunia.
“Sebelum rempah menjadi komoditas penting dalam perdagangan global pada era niaga abad ke-15 hingga ke-17, jauh sebelumnya sejak awal abad Masehi, jalur pelayaran bahari sudah terbentuk antara kawasan Nusantara, Asia Tenggara, dan belahan dunia yang lain. Penyebaran rempah berkelindan,” terangnya.
Untuk mendalami bagaimana terbentuknya jalur pelayaran maupun penyebaran rempah sebagai pemicu peradaban dan pembentukan sejarahnya,
Adi melanjutkan pembahasan seminar dilakukan oleh pembicara dari Brunei dan Malaysia, yakni Dayang Adibah binti Md Jaafar dan Ed Gibson Benedicta. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad