JAKARTA- Setidaknya 25 terpidana kasus korupsi melarikan diri sebelum sempat dieksekusi oleh kejaksaan. Mereka adalah bagian dari 48 terpidana korupsi di seluruh Indonesia yang belum dieksekusi selama 10 tahun terakhir (2002-2012).
Data Koalisi Pemantau Peradilan, terpidana yang paling banyak tak dieksekusi tersebut terdapat di wilayah Kejaksaan Tinggi Riau (17 terpidana), menyusul kemudian Kejati DKI Jakarta sebanyak 5 terpidana, Kejati Jawa Barat dan Kejati Jatim masing-masin 4 terpidana.
"Untuk itu, kita mendorong kejaksaan untuk melakukan percepatan sekaligus memprioritaskan soal eksekusi terpidana kasus korupsi," kata anggota Koalisi Pemantau Peradilan, Emerson Yuntho, selepas bertemu dengan Jaksa Agung Basrief Arief, Selasa (10/4).
Selain alasan belum diterimanya petikan atau salinan putusan dari Mahkamah Agung, lanjut Emerson, kejaksaan mengaku terhambat karena persoalan keamanan dan kemanusiaan. "Kita minta Jaksa Agung untuk memerintahkan lewat JAM Pidsus untuk mendorong percepatan (eksekusi) di daerah," tambah Emerson.
Agar persoalan lambannya petikan dan salinan putusan tak muncul lagi, Koalisi meminta kejaksaan dan Mahkamah Agung duduk bersama mencari kebijakan yang tepat agar bisa mempercepat proses eksekusi terpidana korupsi.
Kejaksaan juga didesak tak kompromi, dalam artian jika sudah dipanggil sesuai prosedur namun tak juga mau dieksekusi, sudah selayaknya terpidana tersebut dimasukan dalam daftar pencarian orang atau dipanggil paksa.
"Terakhir proses perburuan diintensifkan. Apalagi Pak Basrief mantan ketua tim pemburu koruptor," kata Emerson yang juga anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch ini. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gaji Rp4 Juta Untuk Hakim Kurang
Redaktur : Tim Redaksi