jpnn.com, JAKARTA - Italian Fashion School (IFS) kembali mengikuti ajang fashion show yang digelar Indonesia Fashion Week (IFW) tahun ini di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan.
Adapun tema yang diangkat pada tahun ini ialah Sagara dari Timur yang berlangsung mulai tanggal 22-26 Februari 2023.
BACA JUGA: Indonesia Fashion Week 2023 Resmi Dibuka, Sandiaga Uno Singgung Soal PDB
Sagara sendiri, berasal dari bahasa sanskerta yang berarti lautan itu maka perhelatan IFW kali ini ingin menampilkan pesona dan budaya Indonesia timur.
Kali ini, tiga perwakilan murid dari IFS ikut serta dalam ajang fashion show IFW dan membawakan busana khas dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
BACA JUGA: Jaleela Bakal Tampil di Ajang Indonesia Fashion Week 2023
Pendiri IFS, Diora Agnes dan Paska Ryanti mengatakan rajutan kain tenun NTT menggambarkan nilai budaya, sejarah, kepercayaan dan kehidupan masyarakatnya. Kain yang menjadi salah satu tolok ukur kehidupan tanah timur dan memiliki arti sebagai kebahagiaan dan kesempurnaan.
“Ketiga murid ini mewakili IFS setelah kami menyeleksi belasan murid. Kami memutuskan 3 orang karena kemampuan, kreativitas dan inovasi mereka dalam mendesain dan menciptakan karya busana mereka yang berasal dari kain tenun khas NTT,” ujar Diora dalam keterangan tertulis, Kamis (23/2).
BACA JUGA: Indonesia Fashion Week 2023 Pilih 6 dari 100 Model untuk Posisi Ini, Persaingan Ketat
Menurut Diora, dengan mengambil kain tenun dari NTT, IFS menetapkan tema Florescent untuk para muridnya yang ikut fashion showkali ini.
Tujuannya, untuk menumbuhkan kembali sejarah kehidupan yang pernah ada dalam masyarakat NTT sehingga semuanya itu bisa dilihat dalam karya busana ready to wear yang didesain dan diciptakan 3 murid IFS, yaitu Khadeja Alattas, Nafisyah dan Ali Eunoia.
Berangkat dari tema Florescent, 3 desainer muda dari IFS itu mewujudkan nilai, budaya hingga tradisi masyarakat NTT dalam koleksi mereka masing-masing.
“Harapan kami masyarakat pengunjung IFW mampu mengapresiasi karya desainer IFS dan para desainer terus mampu berkreativitas dengan kain-kain khas berbagai Nusantara ketika mereka menciptakan karya,” kata Diora.
Berikut ini deskripsi koleksi dari para desainer IFS:
1. Khadeja Alattas:
Terinspirasi dari adat pernikahan masyarakat Nagekeo yang ada di Flores. Mas kawin dinilai bagian dari kesakralan dalam sebuah pernikahan. Masyarakat Flores menyebut mas kawin sebagai "Belis".
Mas kawin ini identik dengan gading gajah. Pada koleksi ini, Khadeja ingin menunjukkan sisi lain yang indah dari mas kawin khas Nagekeo.
2. Nafisyah
Terinspirasi dari seorang tokoh pejuang perempuan NTT yaitu Francisca Fanggidaej.
Pada koleksi ini, Nafisyah menampilkan “pemberontakan” dari perspektif yang berbeda dan bersumber dari cerita sejarah perjuangan Francisca Fanggidaej dalam melawan penjajahan. Koleksi ini seakan membuat masyarakat penasaran tentang kekuatan energi pada koleksi busana yang ditampilkan.
3. Ali Eunoia
Terinspirasi dari sebuah film dokumenter Indonesia yang berjudul Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak.
Bercerita tentang perjuangan perempuan Tanah Sumba yang mencari keadilan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Lewat koleksinya itu, Ali Eunoia ingin bercerita tidak sekadar soal keindahan tetapi juga pesan semangat berjuang.(mcr28/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Wenti Ayu Apsari