3 Rekomendasi JAPNAS Kepada Pemerintah Kembangkan Industri Kreatif

Senin, 07 Desember 2015 – 14:10 WIB
3 Rekomendasi JAPNAS Kepada Pemerintah Kembangkan Industri Kreatif. Tampak diskusi yang digelar JAPNAS sebagai rangkaian Creative Republic dari tanggal 4-6 Desember 2015 di Avenue Of The Stars, Lippo Mall Kemang. Foto for JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Jaringan Pengusaha Nasional (JAPNAS), Sari W  Pramono mengatakan industri kreatif sudah menjelma menjadi kekuatan ekonomi baru.

Menurutnya, industri ini sudah mampu berkontribusi sebanyak 7,06 persen atau Rp 716 triliun terhadap total produk domestik bruto (PDB) dan membuka lapangan kerja bagi 12 juta orang.

BACA JUGA: Petani Tagih Janji Presiden Jokowi

Dengan berkembangnya industri kreatif, Sari lantas mendesak pemerintah memberikan dukungan dan ruang bagi para pengusaha yang bergerak di sektor ini.

“Untuk memacu industri kreatif dapat lebih berperan dalam perekonomian nasioal, ada empat pilar yang harus bersinergi dalam pengembangan ekonomi kreatif yaitu pemerintah, pengusaha. intelektual, dan komunitas," kata Sari dalam keterangan persnya, Senin (7/12).

BACA JUGA: Penjualan Mobil Tahun Ini Anjlok!

Sari menjelaskan, ada tiga yang perlu dilakukan pemerintah dalam memberikan dukungan pada industri kreatif. Pertama, Hak Kekayaan  Intelektual (HAKI), terutama terkait dengan pembajakan (piracy).

“Pembajakan di Indonesia ini sudah sangat parah. Setiap film, ataupun lagu yang baru keluar,dalam waktu tidak lebih dari satu minggu, pasti sudah bisa dinikmati CD bajakannya,” ungkapnya.

BACA JUGA: Ayo Investasi dan Start Up Bisnis Anda

Kedua adalah permodalan. Industri kreatif lebih banyak mendasarkan pada hasil olah pikir manusia. Baik itu berupa program komputer, game, lagu, hingga ke sektor fashion industry. Apalagi basis pelaku industri kreatif juga berasal dari pengusaha muda dan pemula. Dimana banyak dari mereka sangat kesulitan untuk mengakses permodalan, karena tidak adanya colateral atau jaminan.

“Banyak anak muda kita memiliki kreativitas yang potensial untuk dikembangkan. Namun karena keterbatasan modal dan perhatian pemerintah, produk para anak muda ini tidak mampu dikembangkan. Atau lebih parah, dijual ke negara lain,” lanjut  Sari.

Permasalahan yang ketiga adalah tidak sinergisnya dunia pendidikan dengan kebutuhan pasar. Dunia pendidikan di Indonesia, sebenarnya telah mampu menghasilkan produk-produk yang luar biasa. Baik itu di bidang energi alternatif, sumber makanan alternatif, fashion, hingga ke teknologi terapan.

Namun sayang hal tersebut belum bisa diterjemahkan ke pasar, karena tidak adanya linkage antara dunia pendidikan dengan pengusaha.

“Jika kita bongkar gudang di universitas terkemuka di Indonesia, kita mungkin akan menemukan produk-produk baru yang variatif. Kita punya universitas yang bisa bikin drone, kita juga punya universitas yang bisa bikin bahan bakar dari singkong. Namun sayang, hasil penelitian para mahasiswa ini hanya menjadi tumpukan kertas di gudang,” lanjutnya.

Permasalahan ini pun menjadi isu yang dibahas melalui Creative Republic JAPNAS. Mereka menyuarakan agar pemerintah memberikan perhatian lebih bagi perkembangan industri kreatif di Indonesia.

“Jika industri kreatif digadang-gadang menjadi tulang punggung perekonomian nasional, jangan pernah memandang industri ini sebelah mata. Harus ada affirmative action yang riil,” katanya.

Seperti diketahui, Creative Republic merupakan acara yang digelar oleh berbagai pihak yang concern dalam pengembangan industri kreatif di indonesia. Acara ini dilaksanakan dari tanggal 4-6 Desember 2015 di Avenue Of The Stars, Lippo Mall Kemang. Creative Republic diramaikan dengan expo dari 100 pelaku industri kreatif, festival Jazz, dan juga talk show seputar industri kreatif. (awa/jpg)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menperin Minta Perusahaan Lokal Tiru Perusahaan Global


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler