jpnn.com - JAKARTA - Aktivis hak penyandang disabilitas Sunarman menyebut minimnya akses untuk difabel menjadi persoalan yang harus segera diselesaikan pemangku kepentingan.
"Diperlukan political will yang kuat dari dari para pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah untuk merealisasikan hak-hak para penyandang disabilitas," kata Sunarman dalam diskusi bertajuk Sudah Saatnya Difable Menjadi Warga Kelas Satu, di kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat pada Kamis (19/1).
BACA JUGA: Cue Cafe dan Gallery Kaleb, Usaha Kekinian Komunitas Difabel Bitung yang Baru Diresmikan Pertamina
Pria yang selama lima tahun bergabung di Kantor Staf Presiden (KSP) itu mengatakan masih ada tiga tantangan utama yang harus dihadapi dalam memajukan hak penyandang disabilitas, yakni:
- Hambatan sosial budaya yang memengaruhi pola pikir terhadap kaum disabilitas
- Hambatan fisik dan geografis dalam pemberian pelayanan
- Ketidaktersediaan data tunggal yang komprehensif dan terpilah tentang penyandang disabilitas
"Ketiga hal tersebut masih menjadi kendala utama," ujar Sunarman.
BACA JUGA: Piala Dunia 2022 Dibuka dengan Lantunan Ayat Suci Al-Quran dari Qari Difabel
Menurutnya pemerintah telah memberikan jaminan kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas. Hal tersebut tertuang dalam UUD 1945, yang memberikan jaminan persamaan hak bagi setiap warga negara di berbagai aspek kehidupan, antara lain meliputi bidang kesehatan, pendidikan, pekerjaan, sosial, agama, dan politik.
"Pengakuan hak ini tentunya juga berlaku bagi penyandang disabilitas. Sayangnya, minimnya akses penyandang disabilitas terhadap pelayanan kesehatan serta ketersediaan Jamkes (jaminan kesehatan) masih terlihat jelas," tuturnya.
BACA JUGA: Fraksi PKB DPR Optimistis RUU PPRT Akan Jadi Prioritas
Sunarman menjelaskan, dari 28 juta penyandang disabilitas di Indonesia, 31 persen atau 8,6 juta orang belum memiliki Jamkes. Padahal mereka merupakan kelompok rentan yang membutuhkan pelayanan kesehatan.
"Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menggunakan pendekatan sosial dan HAM tertulis jelas bahwa penyandang disabilitas dipandang sebagai bagian dari keberagaman yang memiliki hak asasi yang sama dan setara dengan individu lainnya," katanya.
"Dengan konsep baru ini, kerangka hukum di Indonesia tidak lagi menganggap penyandang disabilitas sebagai individu yang sakit dan tidak mampu," imbuh Sunarman.
Sementara itu, pendiri Outsider Art Shop Jakarta, yang memberdayakan difabel dan autis melalui media seni, Timotius Toto Suwarsito mengapresiasi diskusi yang diadakan DPP PKB.
Menurutnya, PKB menjadi partai pertama yang memiliki kepedulian terhadap kaum disabilitas.
"Kesabaran serta strategi menjadi kunci keberhasilan dalam mendidik anak luar biasa tersebut," ujarnya.
Guru melukis khusus anak-anak penyandang autisme dan difabel itu beruntung sudah menemukan metode manjur untuk mengenal potensi yang ada dalam diri murid-muridnya.
"Dari keahlian itu saya kasih pekerjaan mereka untuk membuat karya seni. Sambil saya lihat di mana dia paling terasa sangat ringan, sangat bahagia bisa menyelesaikannya dengan sangat bagus," katanya.
Sementara itu, Jubir Milienial PKB Didiet Fitrah mejelaskan bahwa diskusi ini merupakan inisiasi Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar atau Gus Muhaimin dalam gerakan #saatnyaberaksi.
"Gerakan ini dilucurkan sebagai upaya memberikan ruang kepada anak muda, orang-orang inspiratif, dan local hero yang telah memberikan tenaga dan pikiran untuk kemanusiaan bersama PKB memastikan Indonesia yang lebih terbuka kepada rakyat.
"PKB memberikan ruang bagi semua kalangan untuk sama-sama, bergotong royong untuk berkreasi. Berjuang bersama memastikan Indonesia lebih terbuka," katanya. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan