jpnn.com, JAKARTA - Sebanyak 33 siswa di Kabupaten Seluma, Bima dan Kota Bengkulu terpaksa menikah muda. Mereka berhenti sekolah karena dampak pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengungkapkan, rata-rata siswa yang menikah berada di kelas XII.
BACA JUGA: Pernah Menikah Muda, Amanda Manopo: Saya Sudah Gagal 2 Kali
"Jadi tinggal beberapa bulan lagi ujian kelulusan sekolah anak-anak ini malah menikah," kata Retno di Jakarta, Minggu (7/3).
Karena masih PJJ, lanjutnya, mayoritas yang sudah menikah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Wali kelas atau guru bimbingan konseling (BK) baru mengetahui setelah dilakukan home visit karena tidak pernah lagi ikut PJJ.
BACA JUGA: Ini Kisah Persahabatan 5 Perempuan Cantik, Semua Menikah Muda
"Angka 33 anak yang menikah muda itu baru di awal 2021. Ini merupakan angka yang cukup tinggi," ujar Retno prihatin.
Pada 2020 dari hasil pengawasan penyiapan sekolah tatap muka diperoleh data angka putus sekolah mencapai 119 kasus, yang wilayahnya meliputi Kabupaten Bima, Sumbawa Barat, Dompu, Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Utara, kota Mataram, Kota Bengkulu, Seluma, Wonogiri, Jepara, dan kabupaten Bandung.
BACA JUGA: Sebelum Menikah dengan Kekasih yang Lebih Muda, Pertimbangkan 4 Hal Ini
Retno menamakan, selain kasus 33 anak menikah muda, KPAI juga menemukan sejumlah siswa SMK dan SMP terpaksa bekerja karena orang tua terdampak secara ekonomi selama pandemi.
Ada satu siswa SMPN di Cimahi bekerja sebagai tukang bangunan demi membantu ekonomi keluarganya. Ada satu siswa di Jakarta yang bekerja di percetakan membantu usaha orangtuanya karena sudah tidak memiliki karyawan sejak pandemi dan sepinya orderan cetakan.
"Faktor yang menyebabkan peserta didik berhenti sekolah karena menikah, bekerja, umumnya disebabkan kesulitan ekonomi dan ketersediaan alat daring."
"Pemerintah pusat dan daerah harus membantu kelompok rentan ini, yaitu anak-anak dari keluar miskin yang sangat berpotensi kuat untuk putus sekolah," pungkas Retno Listyarti. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad