Bukan sepele, sedikitnya 381 kilometer jalan rusak berat dan 100,1 kilometer rusak ringan, siap menghadang para pemudik. Terparah, kondisi ruas jalan di jalur Bogor-Banten, tepatnya di Kecamatan Jasinga, Tenjo, dan Parungpanjang. Tak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki. Rata-rata lubang memiliki lebar satu meter dengan kedalaman 20 sentimeter.
Data pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan wilayah Jasinga, jalur Jasingan-Tenjo sepanjang 18,7 kilometer dalam kondisi rusak berat. Pemandangan serupa juga dirasakan di jalur Tenjo-Singabangsa Kecamatan Tenjo, sepanjang 5,4 kilometer dan Jasinga-Koleang sepanjang 7,6 kilometer. Namun, yang terparah berada di jalur Tenjo-Cilejet sepanjang 15,2 kilometer.
Sementara di jalur Pingku-Kampung Asem Cikuda mengalami kerusakan berat sepanjang 10,1 kilometer. Kerusakan parah juga terdapat di jalur Singabraja-Babakan sepanjang 3,6 kilometer. Untuk wilayah Jasinga, dari jumlah 38 ruas jalan dengan panjang 173 kilometer, kondisi jalan rusak ringan mencapai 21 kilometer.
“Sekitar 12 persen dari panjang jalan rusak ringan dan 58,175 kilometer atau sebesar 33 persen jalan rusak berat,” papar Kepala Seksi Program dan Pelaporan, Dinas Binamarga dan Pengairan Kabupaten Bogor, Andri Wistianto.
Rintangan pemudik tak hanya ada di jalur Bogor-Banten. Andri menyebutkan, untuk jalur mudik Bogor-Bandung-Sukabumi pun tak kalah membahayakan. Kondisi jalan rusak berat menghiasi kawasan jalur wisata Puncak. Di Kecamatan Megamendung seperti jalur Gadog-Cikopo Selatan kondisi jalan rusak parah sepanjang 6,1 kilometer. Kondisi serupa juga terdapat di jalur Cisarua-Jogjogan, sepanjang 1,1 kilometer.
Sedangkan, jalur Pasar Cisarua-Kopo mengalami rusak berat sepanjang 2,2 kilometer, dan jalur Cisarua-Cikopo Selatan sepanjang 4,9 kilometer juga rusak berat. Total kerusakan pada 59 ruas jalan di wilayah Ciawi sepanjang 159,4 kilometer, yakni kondisi rusak ringan sepanjang 11,2 kilometer dan rusak berat sepanjang 29,3 kilometer.
Sementara itu, untuk kawasan Cileungsi, jalur Klapnunggal-Cipeucang rusak sedang sepanjang 12,8 kilometer. Jalur Tunggilis-Situsari mengalami kerusakan berat sepanjang 1,9 kilometer. Sedangkan jalan Gandoang-Muktijaya rusak hingga 1,3 kilometer. Total kerusakan pada 37 ruas jalan di wilayah Cileungsi sepanjang 156,25 kilometer yakni, rusak ringan sepanjang 10,250 kilometer atau 6 persen kerusakan ringan dari total ruas jalan.“Sementara rusak berat sepanjang 36,370 kilometer. Persentasenya, 23 persen dari total panjang ruas jalan di wilayah Cileungsi,” tandasnya.
Kondisi jalur mudik ini melahirkan keprihatinan sejumlah pihak. Pasalnya, kondisi jalan yang buruk kerap menjadi biang pencabut nyawa pengendara. Pemerintah terkesan lamban menangani masalah ini. Karena itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) kembali mengimbau masyarakat yang menjadi korban kecelakaan karena kondisi jalan yang rusak, agar berani menggugat pemerintah. Korban diimbau tak ragu dan berani untuk menuntut ganti rugi serta kompensasi.
“Masyarakat yang menjadi korban jalan rusak, bisa menggugat ke pengadilan untuk menuntut ganti rugi dan kompensasi. Hal ini dijamin oleh Undang-Undang tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan,” tegas Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi kepada Radar Bogor, tadi malam.
Menurut dia, jika terbukti penyebab jalan rusak karena adanya pelanggaran, hal ini bisa dipidanakan. Apalagi jika ditemukan spesifikasi badan jalan yang tak sesuai dengan ketentuan. “Jadi ada dugaan dikorupsi! Jembatan timbang juga tidak berfungsi karena jalan terus dilewati kendaraan yang melebihi tonase,” ungkapnya.
Tulus memaparkan, berdasarkan Pasal 273 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, masyarakat dapat menggugat pemerintah, jika sarana jalan yang disediakan rusak dan menyebabkan kecelakaan. Terlebih jika kecelakaan itu menimbulkan korban jiwa atau kerusakan pada kendaraan.
Pihak-pihak yang bisa digugat dan dianggap bertanggung jawab adalah, Menteri Pekerjaan Umum untuk jalan nasional, Gubernur untuk jalan provinsi, dan Walikota atau Bupati untuk jalan kota serta kabupaten. “Masyarakat bisa menggugat, baik secara pidana maupun perdata. Masyarakat yang dirugikan bisa melaporkan ke penyidik, baik jaksa atau kepolisian,” terangnya.
Tulus yang juga anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta menambahkan, dalam UU tersebut memungkinkan penyelenggara jalan dapat dikenakan sanksi pidana. Ketentuan sesuai dengan Pasal 273 menyatakan, instansi penyelenggara jalan dapat dikenakan sanksi pidana kurungan lima tahun penjara, atau denda maksimal Rp120 juta. Sanksi dan denda ini berlaku, jika instansi terkait tidak segera memperbaiki jalan rusak. “Jika mereka dirugikan di jalan daerah, maka dapat menggugat pemerintah daerah,” tukasnya.(ric/yaz)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bus Tidak Layak Dipulangkan
Redaktur : Tim Redaksi