jpnn.com, LOMBOK TENGAH - Empat ibu rumah tangga inisial HT (40), NR (38), MR (22), dan FT (38) warga Desa Wajegeseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, NTB, ditahan oleh pihak kejaksaan setempat. Ada dua balita yang merupakan anak dari dua tersangka, ikut di sel tahanan.
Keempat ibu itu ditahan karena diduga melakukan perusakan atap gedung pabrik tembakau yang ada di desa setempat pada Desember 2020.
BACA JUGA: Ini Bahaya Zat BPA Bagi Bayi, Balita dan Ibu Hamil
Berkas kasus itu telah masuk kejaksaan dan akan disidangkan di Pengadilan Negeri Praya, Kabupaten Lombok Tengah, pada akhir Februari 2021.
Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Praya, Abdul Haris, mengatakan, berkas perkara tahap dua kasus perusakan gudang tembakau itu secara formil telah terpenuhi.
BACA JUGA: Kapolda NTB Irjen Iqbal: Perintah Pak Kapolri Sudah Jelas, Serius dan Kerja Keras
Sehingga para tersangka sesuai aturan ditahan karena tidak ada yang mengajukan surat penangguhan.
"Pada saat kami terima tahap II tiga hari lalu, hanya empat tersangka, itu dititip di Polsek Praya Tengah, karena tidak ada yang menjamin atau mengajukan surat penangguhan," katanya, kepada wartawan di kantornya, Jumat.
Pengamat hukum dari Universitas Mataram di Nusa Tenggara Barat, Joko Jumadi, menyayangkan tindakan Kejaksaan Negeri Praya yang menahan empat ibu rumah tangga, sehingga mereka terpaksa membawa dua anak balitanya ke sel tahanan agar si buah hati tetap bisa diasuh.
BACA JUGA: Kasus Kompol Yuni Jangan Terjadi Lagi, Jenderal Listyo Sebut 6 Perilaku Negatif
"Seharusnya si jaksa tidak perlu melakukan penahanan. Silakan proses hukum berjalan, tapi tidak wajib karena penahanan adalah langkah terakhir," kata dia, di Mataram, Jumat.
Dalam hukum pidana, kata dia, penahanan badan merupakan alternatif terakhir dan upaya itu bisa dilakukan aparat penegak hukum untuk kategori kasus tertentu.
"Mereka tidak akan serta-merta melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Apalagi mengulangi perbuatannya. Mereka juga punya anak balita."
Jumadi yang juga menjadi pemerhati anak dan perempuan itu mengingatkan Kejaksaan Negeri Praya agar menerapkan cara berhukum yang lebih humanis dengan mengedepankan rasa kemanusiaan.
"Kalau soal proses hukum, peradilan yang akan membuktikan. Tapi penegakan hukum tidak wajib harus penahanan badan. Apalagi kondisi lembaga pemasyarakatan sudah over kapasitas karena salah satu penyebabnya adalah penahanan tersangka kasus yang relatif tergolong ringan," ucapnya pula.
Menyikapi hal ini, dia bersama tim Biro Konsultasi Bantuan Hukum Unram siap untuk memberikan pendampingan hukum.
Mereka juga sudah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Anak Desa Wajageseng, Kabupaten Lombok Tengah untuk memfasilitasi pertemuan dengan keluarga empat emak-emak yang saat ini berada di sel tahanan bersama anak-anaknya.
"Kami masih menunggu informasi dari keluarga ibu-ibu itu. Tapi pada intinya kami siap memberikan pendampingan hukum," katanya, yang juga menjabat ketua LPA Mataram. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo