Empat nelayan Indonesia telah diselamatkan oleh sebuah kapal Australia setelah hanyut selama delapan hari di perairan internasional tanpa makanan di atas rakit yang mereka buat dari puing-puing dan kotak busa es.
Menurut Gary Finlay, kapten kapal Darwin ‘Exodus’, yang menjemput mereka di Laut Timor, para nelayan yang diselamatkan itu sempat menyelamatkan banyak botol air dari kapal mereka sebelum tenggelam.
BACA JUGA: Kelompok Zentai di Jepang Mencoba Memisahkan Diri Dari Kehidupan Modern
Secara fisik. Keempatnya dalam kondisi baik ketika diselamatkan tapi kelaparan dan kulit mereka memburuk dan mengelupas, tutur Gary.
Ia mengatakan, krunya melihat sebuah helikopter departemen perbatasan Australia terbang di atas mereka, ketika mereka berada di sekitar 300 mil laut lepas pantai Darwin, Selasa (12/1) sore.
BACA JUGA: Bagian Bawah Lemari Es Jadi Sarang Ideal Bagi Ular Menetaskan Telurnya
"Kami menarik perangkap ikan dan pesawat patroli perbatasan Australia terbang di atas kami dan sekitar empat menit setelah itu, lewat radio mereka menyarankan kami untuk stand-by dan menginfokan ada empat orang terdampar di sebuah rakit," ceritanya.
Gary mengatakan, ia dan 3 krunya kemudian diminta untuk membantu menyelamatkan para nelayan, yang perahu tradisionalnya telah tenggelam.
BACA JUGA: Kisah Nyata Seorang Wanita Australia yang Menjadi Putri Duyung
"Kami mengarah ke barat selama sekitar empat jam untuk sampai di sana. Mereka berada sekitar 140 mil dari Pantai Kimberley terdekat. Pada dasarnya di antah berantah," sebutnya.
Gary mengatakan, krunya sempat gugup ketika berada dalam perjalanan untuk menemukan ke-4 nelayan itu.
"Saya memang punya gambaran seperti apa kondisi mereka dan jika ada orang yang hilang," akunya.
Bertahan di rakit seluas 1,5 meter persegi
Ketika kapal Exodus akhirnya menemukan orang-orang itu, sekitar pukul 8 malam waktu setempat pada hari Selasa (12/1), para pelaut Indonesia dalam posisi berlutut di atas air, dan berbagi ruang di atas rakit darurat berukuran1,5 meter persegi yang mereka buat dari puing-puing kapal mereka yang tenggelam.
"Adalah sayap dan doa yang menjaga mereka tetap mengapung. Mereka punya dua sel bahan bakar yang terpasang bersama sebagai dasar perahu kemudian di sekitar dua sel bahan bakar itu mereka punya plastik drum 20 liter, entah berasal dari drum minyak atau drum air yang kosong," ungkap Gary.
"Mereka memiliki beberapa kantong plastik 40 liter berwarna biru yang terpasang di sana dan kotak es 400-kg yang setengah terendam," sambungnya.
Beruntung, kapal Exodus memiliki dua awak Indonesia yang berhasil berkomunikasi dengan mereka yang diselamatkan, yang lapar setelah tak makan sejak kapal mereka tenggelam.
Kapal asal Darwin itu kemudian melanjutkan perjalanan 1,5 jam ke wilayah Ashmore Reef di mana mereka bertemu kapal perang Angkatan Laut Australia, HMAS Maitland.
Kulit para nelayan tampak rusak
Gary mengatakan, staf medis dari HMAS Maitland datang dan terkejut dengan kondisi 4 nelayan Indonesia itu.
"Mereka lapar. Mereka tentu saja sedikit terkejut- delapan hari di laut dalam situasi itu. Kulit Anda berubah menjadi semacam zat sabun. Kaki mereka menderita," utaranya.
Pemilik kapal Exodus, Grant Barker, mengatakan, ia bangga atas tindakan yang dilakukan kapten dan kru kapal.
"Kami sebenarnya punya kru nelayan Indonesia di kapal, jadi mereka sudah pasti cukup senang bisa membantu rekan-rekan senegara mereka, seperti kami," sebutnya.
Ia menambahkan, mereka menaruh rasa hormat yang tinggi terhadap nelayan tradisional.
"Mereka tak memiliki satupun barang elektronik atau akses ke internet, atau cuaca. Mereka tak bisa melihat kondisi cuaca. Saya akan terkejut jika mereka bahkan punya barometer di atas kapal. Mereka mengambil resiko yang sangat besar. Mereka pelaut pemberani," jelasnya.
Gary juga memuji upaya kru Patroli Perbatasan Australia.
Nelayan yang diselamatkan diperkirakan dikirim kembali ke pelabuhan asal mereka yakni Kupang, Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesan SOS di Botol Picu Pencarian Luas Ternyata Hoax