4 PR Azwar Anas di KemenPAN-RB, Ada Soal Honorer

Kamis, 08 September 2022 – 16:45 WIB
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Abdullah Azwar Anas mengucapkan sumpah jabatan saat dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (7/9/2022). Presiden melantik Abdullah Azwar Anas yang sebelumnya menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai Menteri PAN-RB menggantikan Tjahjo Kumolo yang wafat. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.

jpnn.com - JEMBER - Presiden Joko Widodo atau Jokowi resmi melantik Abdullah Azwar Anas menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Rabu (8/9). 

Azwar Anas yang sebelumnya menjabat Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menggantikan Tjahjo Kumolo yang meninggal dunia pada 1 Juli 2022.

BACA JUGA: Pentolan Honorer K2 Banyuwangi Siap Menghadap MenPAN-RB Azwar Anas, Bawa Dokumen

Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Jember Hermanto Rohman, ada empat pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan Azwar Anas setelah dilantik Jokowi sebagai menPAN-RB. 

Pertama, kata dia, penataan sumber daya manusia (SDM) terutama aparatur sipil negara di kementerian/lembaga agar menjadi ASN yang adaptif, profesional, kompetitif dan berwawasan global. 

BACA JUGA: Seleksi PPPK 2022 Molor, Banyak Guru Lulus PG & Honorer Ditarik Pungli, Keterlaluan!

Hermanto mengatakan bahwa persoalan nyata di depan mata, yakni bagaimana mengawal keputusan pemerintah yang tertuang dalam Surat Menteri PAN-RB Nomor B/165/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dengan adanya kebijakan itu, lanjut Hermanto, pemerintah memastikan akan menghapus tenaga honorer mulai 28 November 2023 dan akan menentukan nasib 400.000 tenaga honorer yang di antaranya ada sekitar 120.000 tenaga pendidik, 4.000 tenaga kesehatan, dan 2.000 tenaga penyuluh.

BACA JUGA: Forum Satpol PP Pastikan Kawal Pembentukan Pansus Honorer, Jangan Kendur 

“Itu membutuhkan formula jalan tengah yang harus solutif dan tidak menjadi masalah baru di kemudian hari," ucap Hermanto di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis (8/9), menanggapi pelantikan MenPAN-RB Abdullah Azwar Anas.

Dosen administrasi publik FISIP Universitas Jember itu menambahkan PR kedua yang perlu dilakukan Azwar Anas ialah penataan kelembagaan menuju birokrasi yang ramping, lincah, terintegrasi dan berbasis elektronik - digital bureaucracy. 

Menurut Hermanto, persoalan yang perlu menjadi perhatian adalah penerapan pemangkasan jabatan eselon di lingkup pemerintahan. “Kebijakan itu bertujuan baik, yaitu merampingkan birokrasi dan untuk efisiensi. Namun, kebijakan ini juga perlu menjadi perhatian terkait dengan jenjang karier ASN yang makin tidak jelas," katanya.

Belum lagi, lanjut dia, banyak daerah yang masih kebingungan dalam menata ASN yang dari struktural menjadi fungsional, kemudian persoalan lainnya adalah pada penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) sebagai wujud akselerasi e-Government karena selama ini masih banyak proses yang belum terintegrasi.

"Hal itu ditandai masih rendahnya budaya berbagi data dan informasi antarinstansi pemerintah dan belum lagi persoalan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) belum menjangkau seluruh instansi, serta lemahnya keamanan data dalam penerapan e-Government," katanya.

Hermanto mengatakan PR ketiga, yakni sistem manajemen kinerja instansi pemerintah dalam mendukung pelayanan publik bersih, akuntabel, dan melayani. 

Menurut dia, masalah yang perlu menjadi perhatian adalah banyaknya anggaran di kementerian/lembaga, bahkan pemerintah daerah yang masih boros dan tidak efisien karena manajemen kinerja pemerintah yang masih lemah. 

Selain itu, lanjut dia, juga PR terkait pelayanan publik bukan pada tata kelolanya, namun, berkaitan erat dengan perencanaan formasi jabatan yang bertugas sebagai pelayan publik.

PR keempat, kata dia, yakni mendorong inovasi dan reformasi birokrasi karena kemampuan mantan bupati Banyuwangi selama dua periode itu di pemerintahan daerah memang sudah teruji.

"Di kementerian/lembaga dan pemda masih memahami inovasi dan reformasi birokrasi hanya sebagai ruang kontestasi daerah untuk mendapatkan penghargaan, bukan bagian budaya yang harus dilakukan untuk menuju birokrasi ideal sebagaimana diharapkan dalam menjalankan pemerintahan," ungkapnya. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler