jpnn.com, JAKARTA - Ketum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim, menilai empat program pokok kebijakan pendidikan Mendikbud Nadiem Makarim, hanya mengembalikan kasta-kasta sekolah.
Sistem zonasi sekolah mengalami kemunduran dengan adanya penambahan kuota jalur prestasi menjadi 30 persen.
BACA JUGA: Nadiem Makarim: USBN Tidak Ada Lagi
"Penambahan kuota ini membuat pemerataan pendidikan di seluruh sekolah di Indonesia menjadi buyar. Sebab, dengan adanya jalur prestasi yang demikian besar porsinya mengakibatkan kembali terbentuknya sistem sekolah unggulan, sistem sekolah teladan, sistem sekolah favorit yang selama ini sebenarnya menjadi perjuangan kita untuk menghilangkan kasta-kasta sekolah," beber Ramli dalam pesan elektroniknya, Rabu (11/12).
Kasta-kasta sekolah selama ini telah menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Seperti misalnya upaya segelintir orang untuk mengupayakan segala macam cara agar anaknya mampu terakomodir di sekolah-sekolah unggulan. Kemudian terjadinya ketimpangan antara sekolah unggulan dan bukan sekolah unggulan.
BACA JUGA: Mendikbud Nadiem Pengin Jadi Pelayan Para Guru
Masih banyak lagi masalah yang ditimbulkan oleh keberadaan kasta-kasta sekolah ini, akhirnya Nadiem Makarim kembali membangun kasta-kasta sekolah tersebut dengan menaikkan porsi jalur prestasi menjadi 30 persen.
Terkait Ujian Nasional (UN), menurut Ramli, sebenarnya mereka berharap dihapuskan bukan pada tahun ajaran 2020-2021. Seharusnya sudah dihapuskan sejak 2019-2020. Pemerintah harus mengupayakan segala cara agar anggaran yang dibutuhkan untuk pengangkatan guru. Mengingat 52 persen guru kita saat ini tidak jelas statusnya, tidak jelas pengangkatannya dan juga tidak jelas pendapatannya.
BACA JUGA: 4 Program Pokok Mendikbud Nadiem Makarim, Merdeka Belajar!
"UN ini faktanya tidak memberi manfaat signifikan baik terhadap respons pemerintah terhadap sekolah-sekolah yang tertinggal maupun upaya-upaya pemerintah sebagai dampak dari hasil ujian nasional, tidak terlihat sama sekali di lapangan," ujarnya.
Jika UN dianggap sebagai sebuah pemetaan maka ini tidak berarti sama sekali. UN turut berpartisipasi terhadap semakin menurunnya kemampuan anak-anak Indonesia. Sebab, anak-anak bukan lagi belajar bagaimana mengembangkan kemampuannya sesuai dengan minat dan bakat mereka. Bukan lagi bagaimana mengembangkan kemampuan daya nalar. Bukan pula bagaimana mereka mampu menguasai teori-teori dasar. Yang mereka lakukan adalah segala macam cara untuk mendapatkan nilai tinggi di UN.
"Bimbingan-bimbingan belajar berjamuran untuk kebutuhan Ujian Nasional dan seleksi masuk PTN bukan untuk meningkatkan kemampuan siswa tetapi hanya untuk membuat siswa-siswa kita mampu menjawab soal dengan benar meskipun tidak paham maksud dari soal tersebut," paparnya.
Terkait RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran), Ramli sangat mengapresiasi kebijakan Nadiem Makarim. Sebab, selama ini RPP yang dibuat para guru harus 20 sampai 30 halaman. Sesungguhnya sangat tidak efektif dalam pembelajaran guru guru karena lebih sibuk dengan urusan administrasi daripada mengurusi siswa mereka.
"IGI sangat mengapresiasi peraturan baru yang dibuat Mas Nadiem yang RPP cukup satu halaman tetapi sudah mencakup unsur-unsur yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Penyederhanaan RPP ini diharapkan agar guru lebih punya waktu membangun pendidikan karakter," pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad