jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengeluarkan empat rekomendasi terkait penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak (GGAPA) yang masih terus terjadi.
Wakil Ketua KPAI Jasra Putra mengatakan dari data Kemenkes, total ada 326 kasus gagal ginjal akut pada anak akibat dampak meminum obat sirop dengan 204 anak meninggal.
BACA JUGA: Berkaca di Kasus Gagal Ginjal Akut, Perlu Percepatan RUU Pengawasan Obat dan Makanan
KPAI menyorot dari laporan tiga keluarga yang mengaku setelah anaknya meninggal dunia belum mendapat perhatian, sedangkan dua korban lainnya masih dalam perawatan dan mengeluhkan akses penanganan.
Berdasarkan kondisi tersebut, KPAI melalui surat nomor 247/9/KPAI/4/2023 tanggal 5 April 2023 merekomendasi langkah-langkah yang bisa diupayakan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).
BACA JUGA: Fakta Terbaru soal Korban Pembunuhan Mbah Slamet di Banjarnegara
Pertama, Kementerian Sosial RI dapat memberikan skema bantuan santunan kepada keluarga korban yang anaknya meninggal dan anaknya yang mengalami GGAPA, dikarenakan sampai saat ini belum ada pertanggungjawaban dari pemerintah maupun stakeholder terkait yang diberikan kepada keluarga korban.
Kedua, Kemenkes perlu memastikan penyediaan fasilitas rujukan dan menyelenggarakan akses pengobatan yang komprehensif bagi anak dan keluarga yang menjadi korban GGAPA.
BACA JUGA: Cerita di Balik Penangkapan Bupati Meranti, Malam-Malam Naik Kapal
"Agar setiap anak mendapatkan derajat kesehatan yang optimal, dengan meliputi upaya penanganan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan," ujar Jasra, Jumat (7/4).
Ketiga, KPPPA perlu melakukan koordinasi pendataan korban lebih lanjut antara lembaga daerah dan lembaga kesehatan yang memiliki tugas dan fungsi pendampingan dalam memberikan pendampingan psikologis kepada keluarga korban pasca kehilangan anak akibat GGAPA.
Keempat, BPJS Kesehatan membuat skema pembiayaan pengobatan lanjutan terhadap para korban GGAPA, di mana sampai saat ini masih ada pengobatan lanjutan yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan dan menjadi tanggungan keluarga korban, seperti cuci darah dan pembelian obat lainnya di luar kasus GGAPA karena adanya komplikasi penyakit yang ditimbulkan.
Jasra mengapresiasi langkah pemerintah dan stakeholder terkait dalam menangani kasus GGAPA. Namun, dia menegaskan bahwa negara punya kewajiban memulihkan hak-hak korban sebagaimana juga rekomendasi Komnas HAM.
"Rekomendasi ini berlaku, bila di kemudian hari masih ditemukan kasus-kasus yang sama atas kelalaian pengawasan obat dan makanan dan industri farmasi yang melanggar ketentuan aturan yang ada," ujar Jasra.(Fat/JPNN.com)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam