40 Akademisi Kirim Surat ke Presiden Jokowi

Minggu, 04 Oktober 2015 – 12:16 WIB
Bambang Widjojanto. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA--Sebanyak 40 akademisi mengirim surat untuk Presiden Joko Widodo meminta penghentian kasus Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto di Bareskrim Polri. Mereka menilai ada kriminalisasi terhadap Bambang.

"Kasus kriminalisasi Bambang Widjojanto, komisioner KPK nonaktif, adalah sejarah kelam dari perjuangan untuk memberantas korupsi di bumi pertiwi. Tanpa disadari telah berlawanan dengan perintah Bapak Presiden tentang penghentian upaya kriminalisasi," tulis para akademisi dalam surat yang disampaikan melalui pers rilis pada wartawan, Minggu (4/10).

BACA JUGA: Wow, Kepala Desa yang Diduga Bunuh Salim Kancil Itu Setahun Keluarkan Rp 1,8 Miliar

Adapun beberapa akademisi yang menandatangani surat itu di antaranya Dosen FHUI Gandjar LB dan Febby Mutiara Nelson, Dosen FH Universitas Airlangga Syaiful Aris, dan Dosen FH UGM Oce Madril.

Ada beberapa alasan para akademisi ini meminta penghentian penyidikan. Pertama, kasus yang disangkakan kepada  BW, sapaan Bambang, adalah saat yang bersangkutan menjalankan profesi sebagai penasehat hukum. Maka, dalam menjalankan tugas itu seharusnya BW dilindungi oleh Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

BACA JUGA: Kasus Salim Kancil, Polda Tahan Dua Pengusaha Alat Berat

Dalam ketentuan tersebut disebutkan advokat tidak bisa dituntut baik secara perdata atau pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan kliennya di pengadilan.

Kemudian, dikuatkan dua surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh PERADI. Pertama surat PERADI 15 Maret 2015 yang ditujukan pada Kapolri perihal peninjauan kembali status tersangka Bambang Widjojanto.

BACA JUGA: Pendukung Jokowi Berang dengan Pernyataan Gubernur BI

Lalu putusan Komisi Pengawas PERADI  15 Mei 2015, didasarkan atas pemeriksaan panel setelah memeriksa pelapor, saksi dan terlapor didapat kesimpulan bahwa tidak ditemukan fakta dan bukti adanya pelanggaran kode etik atas terlapor (Bambang Widjojanto).

Para akademisi yang juga merujuk pada surat rekomendasi Ombudsman RI terhadap hasil pemeriksaan terhadap proses penanganan perkara. Dari Ombudsmen diketahui bahwa perkara tidak didahului oleh serangkaian proses penyelidikan. Hal ini jelas bertentangan dengan  Pasal 1 angka 2 dan angka 5 KUHAP serta Pasal 4 dan Pasal 15 Perkap Nomor14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Kedua, bahwa saat dimulainya penyidikan tidak dibarengi dengan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Penuntut Umum sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 25 ayat (1) Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Ketiga, ada beberapa orang yang bukan termasuk penyidik dalam kasus BW tetapi “turut serta” melakukan tindakan yang menjadi bagian kewenangan penyidik.

Tak hanya itu, polisi dianggap menyalahgunakan wewenang dengan dimasukkannya sangkaan baru terhadap BW yaitu Pasal 266 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 55 yat (1) ke 2 jo Pasal 56 KUHP saat pelimpahan perkara ke penuntut umum. Pasalnya, sangkaan baru itu dimasukkan tanpa didasari proses penyidikan.

Mereka juga menyoroti  putusan perkara Ratna Mutiara (saksi dalam sidang sengketa Pilkada  Kabupaten Kotawaringin Barat di MK) tidak ada satupun fakta hukum yang menunjukkan keterlibatan BW dalam perkara kesaksian palsu. Begitu pula dalam sidang dengan terdakwa Zulfahmi Arsyad, juga tidak ditemukan fakta hukum yang menyebutkan keterlibatan BW.

"Atas dasar-dasar tersebut kami menyimpulkan bahwa tidak ada cukup alasan secara hukum untuk melanjutkan pemeriksaan hingga ke pengadilan. Kami meyakini ada begitu banyak pelanggaran atas hukum acara maupun peraturan perundangan lainnya berkaitan dengan proses pemeriksaan atas perkara ini," tulis para akademisi.

Mereka meminta presiden memerintahkan Jaksa Agung M Prasetyo segera mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SKPP) atau tindakan hukum lain guna menghentikan kasus yang melibatkan Bambang Widjojanto atas nama keadilan dan kepastian hukum.

"Demikian surat ini kami sampaikan, kami berharap Bapak Presiden bisa sesegera mungkin mengambil sikap tegas untuk menghentikan perkara tersebut. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih," akhir surat itu. (flo/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Basarnas Tambah Helikopter dan Pesawat untuk Pencarian


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler