44 Ribu Pedemo Tolak Pembatasan COVID, Ada Spanduk ‘Bebaskan Anak-Anak Kami’

Minggu, 12 Desember 2021 – 15:41 WIB
Para pengunjuk rasa berjas putih dan mengenakan topeng menghadiri demonstrasi melawan tindakan pencegahan virus corona (COVID-19) dan konsekuensi ekonomi mereka di Wina, Austria, Sabtu (16/1/2021). Foto: ANTARA FOTO/REUTERS/Lisi Niesner/WSJ/sa.

jpnn.com, WINA - Puluhan ribu orang yang berkumpul di Wina pada Sabtu (11/12) menolak pembatasan yang bertujuan untuk membendung gelombang baru COVID-19 di Austria.

Negara itu telah menerapkan sejumlah kebijakan ketat, termasuk vaksinasi wajib dan perintah di rumah saja bagi orang-orang yang enggan divaksin.

BACA JUGA: e-Sport China Terancam Aturan Pembatasan Waktu Bermain

Sekitar 1.400 polisi mengawal pemrotes yang diperkirakan dihadiri oleh 44.000 pengunjuk rasa.

Aksi serupa terjadi di ibu kota Austria pekan lalu.

BACA JUGA: Menhub Pantau Langsung Pembatasan Pintu Masuk Internasional di Pelabuhan Batam

Polisi menyebutkan tiga orang ditangkap karena menggunakan kembang api dan mengabaikan protokol kesehatan dengan tidak memakai masker.

Wartawan yang meliput aksi yang dimulai di alun-alun Heldenplatz tersebut diserang dengan bola salju dan es.

BACA JUGA: Menaker Ida Sebut Korea Selatan Hapus Pembatasan Jumlah Tenaga Kerja Indonesia

Satu wartawan menjadi korban penyerangan, kata polisi.

Pemimpin kelompok sayap kanan Partai Kebebasan Austria Herbert Kickl, yang mengkritik penanganan pandemi oleh pemerintah, melakukan orasi.

Ia mengatakan masyarakat tidak menyadari bahwa mereka sedang "didepak" oleh pemerintah. Menurut dia, protes akan terus berlanjut.

Secara terpisah, massa dari sekitar 2.500 pengunjuk rasa juga menentang pembatasan COVID di Klagenfurt dan 150 orang berdemonstrasi di Linz.

Austria menjadi negara pertama di Eropa Barat yang melanjutkan penguncian COVID-19.

Otoritas akan mewajibkan vaksinasi COVID-19 mulai Februari mendatang.

Massa di Wina yang membawa spanduk bertuliskan "Tolak vaksinasi wajib" dan "Lepaskan anak-anak kami" meneriakkan "Kami adalah rakyat" dan "perlawanan".

Negara berpenduduk 8,9 juta orang itu melaporkan 1,2 juta kasus dan 13.000 lebih kematian COVID-19 sejak pandemi melanda awal tahun lalu. (ant/dil/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler