Dijelaskan, elpiji ilegal tersebut paling banyak disita dari toko Samimoro Motor di Sikur dan salah satu toko di Pancor. Dari kedua toko tersebut masing-masing berhasil disita 15 tabung. Sementara dari Pak Motong sebanyak tujuh tabung, Toko Irama Selong sebanyak delapan tabung, dan dari UD Lestari satu tabung. “UD Lestari mengaku pihaknya baru dua hari ini menjual elpiji ilegal tersebut sehingga jumlahnya masih sedikit,” kata Agung.
Diberitakan kemarin, elpiji 12 Kg palsu yang beredar diperkirakan mencapai 50-100 tabung per hari. Wakil Ketua Bidang Kontraktor Aspal dan Elpiji DPC Hiswana Migas NTB Korneleus Tanone gas elpiji ilegal tersebut beredar di beberapa daerah di Lombok Timur antara lain Masbagik, Sikur, Sakra, Keruak, Selong, Terara, Kotaraja, dan sekitarnya. Elpiji 12 kg itu dijual dengan harga murah yakni Rp 79-84 ribu per tabung. Padahal, harga resmi untuk wilayah Kota Mataram Rp 86.500 per tabung dan Rp 89 ribu per tabung untuk wilayah Lombok Timur.
Dikatakan Agung, proses penyitaan elpiji ilegal itu berjalan lancar. Tidak ada kesan tertutup dari para pemilik toko. “Sebelum dilakukan penyitaan, kita kasih mereka pengertian akan risiko dari elpiji ilegal ini. Mereka pun bisa mengerti dan mau diajak kerja sama,” jelasnya.
Dari hasil penyelidikan, aparat keamanan telah merujuk pada distributor dari elpiji ilegal ini. Dikatakan, elpiji ilegal yang beredar di Lotim tersebut didistribusikan oleh Suherman, pemilik Saminoro Motor. Saminoro Motor sendiri sebenarnya merupakan toko yang bergerak dalam usaha jual-beli sparepart kendaraan. Namun, sejak setahun lalu, pemiliknya mulai mengedarkan elpiji.
Ketika dimintai keterangan, Suherman mengaku dirinya tidak tahu banyak terkait elpiji ilegal itu. Menurut keterangan yang disampaikan Agung, Suherman mendapatkan barang itu dari Ishak. Sayangnya, hingga saat ini orang bernama Ishak belum dapat dihubungi untuk dimintai keterangan. Namun, informasi yang diperoleh pihak keamanan, Ishak berdomisili di Mataram.
“Selanjutnya, kita akan berkoordinasi dengan Pertamina agar barang bukti ini bisa dititipkan di sana,” kata Agung. Pihaknya juga berjanji akan terus mendalami kasus ini sehingga dalangnya dapat terungkap.
Penyitaan sendiri dilakukan delapan anggota Polda NTB didampingi dua orang dari Hiswana Migas. Usai penyitaan, dilakukan penimbangan pada salah satu barang bukti untuk mengecek volume tabung apakah sesuai dengan yang telah ditentukan.
“Dari hasil penimbangan, elpiji 12 Kg ini berbobot 25 Kg. Seharusnya, beratnya mencapai 27 Kg. Berarti dari segi bobot saja sudah tidak sesuai,” terang Nurdin Ending, ketua DPC Hiswana Migas NTB.
Nurdin menerangkan, setidaknya ada tiga kasus yang berkaitan dengan peredaran elpiji ilegal ini. “Kasus pertama yang sekaligus menjadi pintu masuk terhadap penyelidikan peredaran elpiji ilegal ini adalah adanya pemalsual segel,” katanya.
Sebagaimana yang diberitakan sebelumnya, elpiji ilegal ini mengatasnamakan agen elpiji dari Bali yakni PT Putra Wisesa sebagai pihak pengedar. Hal itu terlihat dari segel palsu yang digunakan pada elpiji ilegal tersebut.
Nurdin melanjutkan, kasus kedua terkait dengan sumber pengedar yang belum diketahui. Sehingga rawan terjadi penyimpangan salah satunya terbukti bahwa bobot elpiji tersebut tidak sesuai. “Kasus terakhir, pengedaran elpiji ini juga berdampak pada publik. Terutama jika terbukti bahwa pihak pengedar mengoplos elpiji 12 Kg tersebut dari elpiji 3 Kg bersubsisi. Tentunya, hal tersebut merugaikan negara dan akan diperkarakan,” kata Nurdin.
Jika terbukti, kerugian negara atas pengedaran elpiji oplosan tersebut tentunya tidak sedikit. Saat ini harga dari Pertamina telah ditetapkan Rp 3.850 per kilogram untuk elpiji 3 Kg. Sehingga, jika dioplos menjadi elpiji 12 kg harganya bisa mencapai hampir dua kali lipat per kilogramnya. (cr-uki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... e-KTP Ditarget Rampung Tahun Ini
Redaktur : Tim Redaksi