JAKARTA- Penolakan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeksekusi terpidana korupsi berdasarkan petikan putusan, merupakan masalah lama dalam pemberantasan korupsi, yang tak pernah bisa diselesaikan oleh penegak hukum.
Untuk itu, Kejagung dan Mahkamah Agung selaku pihak yang menerbitkan petiksan dan salinan putusan, disarankan duduk bersama mencari solusi terbaik.
"Sudah ada contoh Mochtar Muhammad. Dengan petikan putusan saja sudah bisa dieksekusi sama KPK," kata Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emeson Yuntho, Kamis (22/3).
Data ICW, jelas Eson, panggilan Emerson, ada 48 terpidana yang tak dieksekusi kejaksaan dengan alasan belum menerima salinan putusan. "Terlama terpidana di Kalimantan Barat yang sejak putusan kasasi turun tahun 2009 belum juga dieksekusi," ungkapnya.
Saking kelamaan tak dieksekusi, dari 48 terpidana tersebut salah satunya bahkan kabur. Dengan kondisi seperti ini, ICW meminta jajaran kejaksaan melihat kondisi riil di masyarakat dimana ada beberapa terpidana yang melawan proses eksekusi seperti dilakukan Bupati Subang (nonaktif), Eep Hidayat dan Walikota Bekasi (nonaktif) Mochtar Muhammad yang kabur ke Bali.
"Kejaksaan harus lebih garang. Kalau nunggu salinan putusan pasti lama dan berpotensi terpidananya kabur," tegas Eson. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PT DKI Kukuhkan Hukuman Eddie Widiono
Redaktur : Tim Redaksi