5 Kriteria Calon Kapolri, Nomor 4 Paling Penting

Selasa, 12 Januari 2021 – 10:43 WIB
Komjen Listyo Sigit Prabowo. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Sosok calon Kapolri pengganti Jenderal Idham Azis yang akan pensiun Februari nanti, sudah berada di tangan Presiden Jokowi.

Itu setelah Kompolnas yang dipimpin Menko Polhukkam Mahfud MD menyerahkan lima nama calon Kapolri kepada Jokowi, Jumat (8/1) lalu.

BACA JUGA: Soal Calon Kapolri, Penilaian Petrus Selestinus Menohok Komjen Listyo Sigit Prabowo

Mereka adalah Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono (Akademi Kepolisian 1988A), Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar (Akpol 1988A), Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo (Akpol 1991), Kepala Lemdiklat Polri Komjen Arief Sulistyanto (Akpol 1987), dan Kabaharkam Komjen Agus Andrianto (Akpol 1989).

Namun, siapa satu dari lima nama yang akan dikirim Jokowi ke DPR untuk uji kepatutan dan kelayakan masih tanda tanya.

BACA JUGA: Listyo Sigit Masuk List Calon Kapolri, Ketum PBSI Keluarkan Pernyataan, Ada Kalimat Jaminan dan Masa Depan

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan, Polri sebagai penegak hukum mesti diisi oleh orang-orang berkualifikasi sangat tinggi.

Menurut dia, sosok Kapolri haruslah orang yang bersih, profesional, dan memiliki jam terbang tinggi.

BACA JUGA: Listyo Sigit Prabowo, Mantan Orang Istana di Bursa Calon Pemimpin Korps Bhayangkara

"Supaya penegakan hukum di negeri ini berjalan baik, tidak tebang pilih, dan tentu juga agar Polri dicintai rakyat," katanya di akun Ujang Komaruddin Channel di YouTube, Selasa (12/1).

Ujang lantas menyodorkan lima kriteria yang setidaknya bisa menjadi masukan atau didengar Jokowi dalam menentukan Kapolri.

Pertama, calon Kapolri tentu harus sesuai undang-undang, yakni jenderal bintang tiga atau berpangkat komjen.

Ujang mengungkap di zaman pemerintahan Presiden Keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pernah terjadi calon yang diajukan dari bintang dua atau irjen, lalu 'dibintangtigakan', kemudian dipilih menjadi Kapolri.

"Ya, itu bisa saja, tetapi hari ini di zaman Pak Jokowi yang diajukan Kompolnas adalah lima nama jenderal bintang tiga atau berpangkat komjen," katanya.

Satu tahap lagi atau ketika dilantik menjadi Kapolri maka yang terpilih itu akan berpangkat bintang empat atau jenderal. 

Peraih gelar doktor ilmu politik dari Universitas Indonesia itu menegaskan bahwa soal kepangkatan calon Kapolri menjadi penting.

"Karena tadi, jangan sampai ada bintang dua lalu merangsek 'dibintangtigakan' kemudian menjadi Kapolri dan mengalahkan bintang tiga yang sudah lama berkarier," kata Ujang.

Kedua, lanjut Ujang, calon Kapolri harus memiliki rekam jejak baik. Ia mengingatkan jangan sampai, misalnya, calon Kapolri memiliki 'jejak hitam' seperti dekat dengan bandar narkoba, para mafia, koruptor dan lainnya.

"Ini tentu publik tidak ingin. Kalau ini yang terjadi apa kata dunia terkait dengan penegakan hukum di Indonesia nanti. Oleh karena itu, rekam jejak calon Kapolri yang bagus, yang bersih itu menjadi penting," paparnya.

Ketiga, sosok calon Kapolri harus berprestasi. Bagaimana pun, kata Ujang, Polri adalah institusi permanen yang harus diisi orang berprestasi, memiliki integritas dan berkualifikasi  tinggi.

"Kalau Kapolri tidak berprestasi, tentu ini juga akan menjadi beban bagi bawahannya," ujarnya.

Menurut Ujang, prestasi adalah hal yang sangat penting dan diperlukan. Mahasiswa ketika kuliah, karyawan di kantor, bahkan masyarakat di lingkungan tempat tinggal pun harus berprestasi.

"Sekecil apa pun prestasi itu. Apalagi Kapolri membawahi institusi kepolisian, jadi memang calonnya itu adalah yang berprestasi," katanya.

Keempat, calon Kapolri harus memiliki kedekatan atau punya chemistry dengan Presiden Jokowi.

Menurut dia, ini adalah yang paling penting dari lima syarat yang diajukannya karena Kapolri berada langsung di bawah Presiden.

Kapolri tentu akan mengamankan kebijakan-kebijakan presiden terkait penegakan hukum, maupun kebangsaan.

"Kalau Kapolri tidak dekat dengan presiden, misalnya presiden jalan ke kanan, Kapolri ke kiri, ini menjadi lucu," katanya.

Jadi, Ujang menegaskan, chemistry itu menjadi syarat terpenting dalam konteks pemilih calon Kapolri saat ini dan ke depan.

Kelima, calon Kapolri harus punya komitmen dalam konteks reformasi birokrasi di internal Polri, serta  penegakan hak asasi manusia (HAM).

"Ini menjadi penting, kenapa? Kalau internal kepolisiannya tidak mereformasi diri, lalu bagaimana penegakan hukum di negeri ini?" kata dia.

Ujang menegaskan kalau calon Kapolri tidak berintegritas, bagaimana ingin melakukan penegakan hukum, membabat mafia maupun koruptor, serta memenjarakan bandar narkoba.

"Ini penting untuk melihat bahwa calon Kapolri adalah sosok yang komitmen terhadap perbaikan di institusi kepolisian atau di internalnya. Lalu reformasi harus jalan, tegak lurus, tidak boleh mencla-mencle, tidak boleh setback," katanya.

Konteks lain adalah bagaimana komitmen menegakkan HAM. Sebab, Kapolri yang baru punya PR yang luar biasa berat. Seperti terkait dengan meninggal dunianya atau tertembaknya enam laskar FPI.

"Ini kan harus diselidiki, harus dituntaskan dengan baik oleh Kapolri yang baru," ujarnya.

Menurutnya, kalau ini bisa dituntaskan oleh Kapolri yang baru tentu akan menjadi sebuah prestasi yang membanggakan.

"Artinya, Polri komitmen dalam konteks penegakan hukum," kata dosen Universitas Al Azhar Indonesia itu.

Jadi, Ujang menegaskan, publik ke depan tentu ingin memiliki Kapolri yang bagus sehingga penegakan hukum jalan, dan Polri juga dicintai rakyat Indonesia.

Nah, terkait siapa kira-kira sosok yang memenuhi lima kriteria itu, semua keputusannya ada di tangan Presiden Jokowi.

Ujang mengatakan kalau menonton dan melihat video Amien Rais yang dipublikasikan beberapa waktu lalu, tokoh reformasi itu menilai, mengamati, dan melihat kemungkinan yang akan dipilih Jokowi menjadi Kapolri adalah Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo.

"Itu Pak Amien Rais penilaiannya. Bisa saja itu terjadi, dan bisa juga Pak Jokowi memilih yang lain. Semua keputusan ada di Pak Jokowi," katanya.

Menurut Ujang, statemen Amien Rais menyebut nama Sigit, itu karena melihat kedekatan mantan Kapolresta Solo tersebut dengan Jokowi.

Karena mereka sama-sama  berteman sejak di Solo. Jokowi sebagai wali kota, dan Listyo Sigit Prabowo saat itu Kapolresta.

"Lalu (Sigit) pernah jadi ajudan Jokowi. Tentu ini hal menguntungkan bagi Listyo Sigit Prabowo, tetapi yang lain juga memiliki peluang yang sama," katanya.

Yang jelas, Ujang menegaskan siapa pun yang dipilih Pak Jokowi tentu itu adalah yang terbaik.

"Semua yang terbaik untuk bangsa ini, untuk menegakkan hukum, menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat, dan agar masyarakat cinta kepada Polri," pungkasnya. (boy/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler