jpnn.com - JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Selasa (31/10) dan Rabu (1/11) telah memeriksa enam hakim konstitusi, yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Saldi Isra, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo.
MKMK memeriksa mereka terkait putusan MK perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai perubahan syarat usia capres dan cawapres, yang dinilai banyak pihak telah membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka ikut maju di Pilpres 2024.
BACA JUGA: Kalimat Saldi Isra Setelah Diperiksa MKMK: Nanti Repot
Berikut poin-poin penting pernyataan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi:
1. Semua Hakim Konstitusi Berpotensi Melanggar Kode Etik
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebut sembilan hakim MK berpotensi melanggar kode etik karena membiarkan institusi itu memutus perkara yang diduga berkaitan dengan kepentingan anggota keluarga hakim.
BACA JUGA: Ketua MKMK: Dari 3 Hakim Saja Muntahan Masalahnya Ternyata Banyak Sekali
"Sehingga sembilan hakim MK itu dituduh, semua melanggar (kode etik) karena membiarkan itu. Makanya kita (MKMK) tanyakan satu-satu, ya masing-masing punya alasan," kata Jimly di Gedung II MK, Jakarta, Rabu (1/11).
2. Ada Hakim MK Ewuh Pakewuh
Jimly mengatakan enam hakim MK yang sudah diperiksa memiliki pendapat yang berbeda terkait permasalahan yang dilaporkan oleh masyarakat kepada MKMK.
BACA JUGA: 3 Opsi Sanksi MKMK untuk Anwar Usman dkk, Ada Pemberhentian
Ada hakim konstitusi yang merasa ewuh pakewuh atau tidak enak perasaan.
"Jadi nanti ada saja yang ternyata benar kok, ikut memberi pembenaran, tapi ada juga yang sudah mengingatkan, tetapi tidak efektif, ada juga yang pakewuh," ujarnya.
3. Putusan Perkara Nomor 90 Bisa Dibatalkan
Jimly mengatakan, apabila hakim MK terbukti melanggar kode etik, maka MKMK juga bisa diyakinkan untuk membatalkan Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Berarti sesuai Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman pasal 17 ayat 7, (perkara) di-Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) lagi oleh majelis berbeda," katanya.
4. Hakim MK Harus Independen
Jimly Asshiddiqie berharap sembilan hakim MK bisa independen dalam memutuskan setiap perkara sekalipun harus berbeda pendapat.
"Harapan kami, terutama saya sebagai ketua pendiri, kami berpesan supaya kesembilan itu harus punya independensi sendiri-sendiri, " kata Jimly.
Jimly mempersilakan sembilan hakim MK untuk berdebat dengan keras, kemudian bersatu dalam memutuskan perkara.
"Dengan kemandirian masing-masing, silakan berdebat, silakan berbeda pendapat keras. Akan tetapi, begitu sudah putusan, ya, sudah, harus saling menghormati. Jangan sampai keluar perbedaan pendapat itu," kata Jimly.
Sembilan hakim MK, kata dia, perlu kolegial dan kohesif karena mencerminkan sembilan cara berpikir masyarakat plural Indonesia.
Dia mengakui terdapat masalah apabila salah satu hakim MK membicarakan perdebatan internal di antara hakim MK dengan pihak luar.
"Ini 'kan harus kolektif kolegial, bersembilan, dan masing-masing adalah tiang keadilan, tiang kebenaran konstitusional," katanya.
5. Jangan Menebak-nebak Putusan
Jimly meminta masyarakat tidak menebak-nebak hasil pemeriksaan MKMK terkait dengan pelaporan pelanggaran kode etik sembilan hakim MK.
Jimly menegaskan bahwa MKMK baru akan mengeluarkan putusan terkait pelanggaran kode etik pada Selasa (7/1) setelah memeriksa pelapor dan isi laporannya, dan memeriksa semua hakim konstitusi.
MKMK akan kembali memeriksa tiga hakim konstitusi pada Kamis (2/11) yakni Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Guntur Hamzah, dan Wahiduddin. (sam/antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu