5 Poin Sorotan Politikus Senior PD soal Honorer Dihapus, Ini Masalah Serius

Sabtu, 04 Juni 2022 – 08:39 WIB
Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menyampaikan pernyataan soal kebijakan tenaga honorer dihapus. Ilustrasi Foto: dok MPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo tentang penghapusan tenaga honorer menuai polemik.

Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrat Syarief Hasan ikut menanggapi kebijakan tenaga honorer dihapus.

BACA JUGA: Honorer Dihapus jadi Polemik, Simak Pernyataan Terbaru MenPAN-RB

Berikut beberapa poin pernyataan Syarief Hasan terkait nasib tenaga honorer:

1. Tenaga honorer dihapus berpotensi melumpuhkan pelayanan publik

Syarief Hasan meminta pemerintah mengkaji kembali dan menyiapkan mitigasi atas penghapusan tenaga honorer yang mulai diberlakukan pada 28 November 2023.

BACA JUGA: Penghapusan Honorer Bertahap, PPK Harus Menentukan Status Pegawai Non-ASN

Alasannya, tenaga honorer memiliki peran sangat penting di berbagai sektor publik.

Misal di sektor pendidikan, sangat banyak tenaga pengajar di sekolah negeri berstatus honorer.

BACA JUGA: Honorer Dihapus, Massa K2 Bakal Melawan, Tolong, Jangan Disepelekan!

“Sektor pendidikan banyak mendayagunakan tenaga honorer untuk memenuhi kebutuhan pendidik, sehingga jika terjadi penghapusan, maka lumpuhnya pelayanan publik akan sangat mungkin terjadi,” ujar Syarief Hasan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (3/6).

2. Tidak gampang honorer jadi ASN

Syarief berpendapat, pemerintah harus mengevaluasi rencana penghapusan tenaga honorer ini.

“Atau setidaknya menyiapkan solusi yang berkelanjutan mengenai nasib jutaan tenaga honorer yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.”

Tidak gampang mengalihkan seluruh tenaga honorer jadi PNS atau PPPK sebelum November 2023 karena tetap harus memenuhi persyaratan sebagai calon ASN.

“Ada banyak tenaga honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun. Namun kesulitan untuk mendapatkan status yang pasti jika aturan sebagaimana yang disampaikan pemerintah ini diberlakukan. Perlu adanya atensi atas pengabdian tenaga honorer,” ungkap politikus senior Partai Demokat itu.

3. Tenaga honorer dihapus membawa duka bagi rakyat

Syarief yang merupakan profesor di bidang Strategi Manajemen Koperasi dan UMKM mengatakan persoalan ini terkait soal keberpihakan terhadap nasib jutaan rakyat dan keluarganya yang menggantungkan hidup pada pekerjaan sebagai tenaga honorer.

“Tugas pemerintah adalah memastikan regulasi tidak membawa duka bagi rakyat. Jika penghapusan tenaga honorer ini justru menghilangkan harapan jutaan rakyat, sudah tentu kebijakan ini layak dievaluasi.”

Karena itu, lanjutnya, pemerintah semestinya memitigasi jangan sampai ada banyak tenaga honorer yang kehilangan pekerjaannya dan menimbulkan masalah baru antara lain bertambahnya pengangguran

4. Tenaga honorer berpotensi digeser outsourcing

Syarief mengutip data Kemenpan-RBbahwa terdapat sebanyak 400 ribu tenaga honorer, yang 120 ribu diantaranya adalah tenaga pendidik, 4 ribu tenaga kesehatan, dan 2 ribu penyuluh.

Jika skema outsourcing (tenaga alih daya) dijadikan solusi, apakah ada jaminan tenaga honorer yang telah lama mengabdi di suatu instansi tidak digantikan oleh orang baru?

“Apakah pemerintah punya kebijakan interventif untuk memastikan tenaga honorer ini direkrut? Atau pemerintah murni menyerahkan soal perekrutan ini pada mekanisme pasar?” tanya Syarief Hasan.

5. Honorer dihapus berpotensi jadi bumerang

Syarief mengaku sudah berkali-kali mengingatkan pemerintah agar negara terus hadir dan memastikan hajat hidup jutaan rakyat, termasuk tenaga honorer terjamin.

Pemerintah, lanjutnya, harus memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan sampai kebijakan penghapusan tenaga honorer menjadi bumerang bagi rakyat.

Jika akan ada banyak korban atas regulasi yang dibentuk, maka ada yang tentu keliru dengan kebijakan yang ada.

“Pastikanlah semua anak bangsa mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” pungkas Menteri Koperasi dan UKM di era Presiden SBY ini. (rls/sam/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler