jpnn.com, BANDAR LAMPUNG - Pakar pemasaran Yuswohady menjelaskan, generasi milenial akan menguasai dunia pada lima tahun ke depan.
“Gen X akan jadi korban," kata Yuswohady dalam acara Kagama Inkubasi Bisnis (KIB) VIII dengan topik Smart Branding untuk UMKM: Kiat Mengelola Brand dengan Memanfaatkan Media Sosial di ruang pertemuan Kantor BI Lampung akhir pekan kemarin.
BACA JUGA: Jolene Marie Ajak Generasi Milenial Perangi Narkoba
Acara diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Kagama bekerja sama dengan Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Lampung.
Yuswohady memprediksi pada 2034 dapur akan hilang karena layanan ojek online.
BACA JUGA: Cak Nun Risau Generasi Milenial Tidak Tahu Cepot dan Bagong
Dengan asumsi sekarang satu rumah terdapat satu dapur, pada tahun 2034 hanya ada satu dapur untuk 1.000 orang.
“Beberapa merek kamera DSLR juga dibunuh milenial karena milenial lebih suka kamera smartphone. Kenapa coffee shop ramai? Karena milenial kerjanya di kafe," ujarnya.
Selain itu, kenyamanan juga identik dengan milenial. Salah satu pusat perbelanjaan ternama di bilangan Kasablanka Jakarta ramai diserbu milenial karena menawarkan kenyamanan.
"Kenapa kafe X ramai diserbu milenial padahal cuma jualan mi instan? Sebab, yang dijual bukan hanya mi instan, melainkan juga kenyamanan, bisa bekerja bisa internetan gratis," ujarnya.
Yuswohady mengatakan, salah satu ciri milenial adalah sharing. Jika segala hal bisa didapatkan dengan berbagi, milenial tentu berpikir ulang untuk memiliki barang sendiri.
Dia berkaca pada milenial yang kini tidak lagi tertarik punya mobil atau motor sendiri, tetapi lebih suka menggunakan ojek online.
Yuswohady menyarankan agar para marketer memahami benar tentang brand equity ladders, suatu aset yang memberikan nilai tersendiri bagi konsumennya.
Ada lima kategori brand equity ladders, yakni brand awareness, brand association, preceived quality, brand loyalty, dan brand evangelist.
"Brand adalah apa yang membuat produk kita dibeli. Tugas brand adalah agar produk kita laku. Tidak hanya laku, tetapi untung atau margin besar," katanya.
Soal brand association, unit usaha harus mampu bangun persepsi yang positif. Misalnya, ojek online, dia murah, cepat, dan praktis.
"Asosiasi sabun merek X adalah sabun kecantikan. Konsumen merasa kalau sudah pakai itu jadi cantik. Terbang pakai maskapai X murah, tetapi sering delayed. Terbang pakai maskapai Y mahal, tetapi tepat waktu," ujarnya.
Hal yang menarik lagi adalah brand evangelist sebagai tahapan yang tertinggi.
"Yang jualan produk adalah konsumen sendiri. Facebook, Apple tidak pasang iklan. Konsumen yang jualan," ungkap Yuswohady. (jos/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ragil