5 Tewas Akibat DBD di Kotim

Senin, 21 November 2011 – 12:44 WIB
SAMPIT – Kepala Dinas Kesehatan Kotawaringin Timur (Kotim), dr Yuendri Irawanto mengatakan jumlah korban yang meninggal dunia akibat DBD sudah mencapai 5 orang sepanjang tahun 2011 iniSebagian besar korban meninggal ini karena terlambat mendapatkan pertolongan, setelah terserang panas tinggi lebih dari dua hari.

“Dalam beberapa bulan terakhir, kasus ini terus mengalami peningkatan, terutama di Kecamatan Ketapang, Baamang, Bagendang, Sebabi Kecamatan Telawang dan Desa Pundu Kecamatan Cempaga Hulu

BACA JUGA: Tidak Dilibatkan Monitoring PNPM, Dewan Kecewa

Wabah ini salah satunya juga disebabkan masih rendahnya kesadaran masyarakat kita dalam menjaga kebersihan lingkungannya, termasuk dalam hal melakukan pemberantasan sarang dan tempat perkembangbiakan nyamuk
Masyarakat masih berpikir bisa diatasi hanya dengan fogging massal,” ungkapnya.

Terkait dua penderita DBD yang meninggal dunia beberapa hari lalu, Yuendri menyampaikan inisialnya yaitu satu warga kecamatan Mentawa Baru (MB) Ketapang dengan inisial YA (8) dan satunya lagi inisial F(5) warga di areal perkebunan PT KKP ( grup Mustika Sembuluh) Desa Sumber Makmur- Biru Maju Kecamatan Telawang.

Berdasarkan data dari 15 puskesmas di wilayah endemis yang masuk ke Dinas Kesehatan mulai dari bulan Agustus  hingga tanggal 18 November tadi sudah ada sebanyak 154 penderita DBD yang dirawat di puskesmas

BACA JUGA: 7 Bulan Guru Honorer Tak Terima Gaji

15 wilayah puskesmas yang  endemis tersebut antara lain Ketapang 1, Ketapang 2,  Bapinang, Bagendang, Baamang 1, Baamang 2, Kota Besi,Sebabi, Cempaga, Pundu, Parenggean 1, Parenggean 2, Kuala Kuayan dan Tumbang Kalang.

Diungkapkan Yuendri, hingga kini Kecamatan Ketapang dan Baamang masih mendominasi jumlah kasus terbanyak di Kabupaten Kotim
Pihaknya  hingga kini masih berupaya semaksimal mungkin menangani penyebaran wabah seperti dengan menyebar bubuk abate untuk dibagikan secara gratis melalui seluruh puskesmas serta melakukan pengasapan (fogging) massal, baik penyemprotan secara manual menggunakan alat penyemprot oleh petugas maupun mobil Ultra Low Volume (ULV).

Bahkan ia juga menuturkan, Dinkes setempat akan berupaya untuk membebaskan biaya pengobatan pasien DBD yang masuk di rumah sakit dr Murdjani Sampit, khusus kelas tiga

BACA JUGA: Enam Bandara di Sumut Masuk Prioritas

Kebijakan ini diambil mengingat kebanyakan penderita DBD yang meninggal dunia dikarenakan mengalami keterlambatan penanganan dalam hal pengobatan

”Kebanyakan penderita yang meninggal dibawa kerumah sakit ketika sudah mengalami shock, sehingga penanganan pun sudah mengalami keterlambatanSaya mendapatkan informasi bahwa ketika berobat dan dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan opname, kebanyakan mereka tidak mengikuti anjuran dikarenakan faktor biaya.Untuk itu  saat ini kami sedang berupaya dengan bapak Bupati untuk merencanakan pembebasan biaya rumah sakit untuk penderita DBD di kelas tiga,” terang Yuendri.(gus/fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Kuat Depresi, Pilih Gantung Diri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler