jpnn.com - JPNN.com SEOUL – Sejak pertama terdeteksi pada 20 Mei lalu, sindrom pernapasan Timur Tengah alias MERS menjadi momok bagi masyarakat Korea Selatan (Korsel).
Hingga Sabtu (6/6), virus corona tersebut sudah menjangkiti 50 orang. Sedangkan jumlah warga yang dikarantina karena khawatir tertular virus mematikan itu mencapai 1.660 orang.
BACA JUGA: Jutawan Ini Pilih Hidup di Jalanan Lantaran Masalah Keluarga
”Sembilan kasus baru kami temukan pada tiga rumah sakit berbeda,” terang Kementerian Kesehatan Korsel dalam laporan tertulis.
Sejauh ini, menurut Kwon Joon-wook, tidak ada bukti yang menunjukkan adanya interaksi antara sembilan individu yang positif terjangkit virus MERS dengan pihak luar. Karena itu, pejabat senior kementerian tersebut mengimbau masyarakat agar tidak panik.
BACA JUGA: Getaran Gempa Sabah sampai Menguncang Ranau, Sejumlah Bangunan Rusak
”Pria 68 tahun yang menjadi pasien MERS pertama Korsel beserta istrinya yang tertular virus darinya sudah sembuh. Keduanya meninggalkan rumah sakit sejak Jumat (5/6),” papar Kwon.
Dia menambahkan, dua pasien lain yang juga sudah sembuh segera meninggalkan rumah sakit. Dia optimistis pasien-pasien lain yang saat ini sedang menjalani perawatan juga akan sembuh.
BACA JUGA: ISIS Kirim Video Teror Terbaru Isinya Remaja Syria Digantung Setinggi 30 Centimeter
Sebagai negara yang mempunyai kenangan buruk dengan SARS, wajar jika reaksi Korsel terhadap MERS berlebihan. Bahkan, lebih dari 1.100 sekolah sampai ditutup. Padahal, para pakar sudah menjelaskan bahwa virus corona yang menularkan penyakit pernapasan tersebut tidak mudah menyebar. Virus tersebut juga tidak menular lewat udara bebas.
Reaksi berlebihan Korsel terhadap MERS itu menuai perhatian PBB. Jumat lalu, melalui Badan Kesehatan Dunia (WHO), organisasi terbesar dunia itu memutuskan untuk terjun langsung ke Negeri Ginseng.
”Kami akan mengirimkan tim yang terdiri atas para pakar kesehatan ke Korsel. Nanti tim bekerja sama dengan tim pemerintah dalam mengumpulkan data dan informasi tentang MERS,” terang WHO.
Kwon mengatakan bahwa tim WHO akan tiba di Korsel pada awal pekan ini. Pemerintahan Presiden Park Geun-hye menyambut baik reaksi PBB tersebut.
Apalagi, dia sudah menuai banyak kritik terkait wabah MERS tersebut. Dukungan masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan 63 tahun itu turun 6 persen sejak MERS melanda Korsel. Masyarakat menganggap pemerintah terlalu lamban merespons MERS.
”Pemerintah sudah berusaha semaksimalnya untuk mencegah penularan virus tersebut. Saya harap rakyat bisa memercayai pemerintah dalam hal ini,” ujar Park yang mengunjungi rumah sakit tempat sebagian pasien dikarantina Jumat lalu.
Dia berharap kehadiran tim ahli WHO akan kembali menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
MERS memang bisa mengakibatkan kematian. Tapi, kemungkinannya tidak sampai 50 persen. ”Peluang kematian karena MERS adalah 30 persen sampai 40 persen,” tandas Nicolas Locker, pakar virus pada University of Surrey. Virus corona, lanjut dia, juga tidak akan membawa dampak yang fatal bagi orang sehat. Karena itu, sebaiknya masyarakat selalu sadar kebersihan dan menjaga kesehatan.
Pakar virus yang lain, Christopher Olsen, mengatakan bahwa wabah MERS di Korsel itu menjadi bukti betapa sempitnya dunia. ”Jika berbicara tentang penyakit menular yang dibawa virus, unsur geografis menjadi tidak penting. Sebab, virus bisa menyebar lintas benua,” ujar pria yang mengajar pada University of Wisconsin-Madison tersebut.
Para pakar virus yakin bahwa MERS tidak akan menyebar ke seluruh dunia semudah SARS. Sebab, sejak awal virus itu sudah terdeteksi. Itu tidak seperti kasus SARS yang menggemparkan dunia pada 2003. Sebab, awalnya virus pembawa sindrom pernapasan parah akut itu tidak dikenal. Faktor itulah yang membuat pakar-pakar sibuk dan media menggiring masyarakat pada ketakutan.
Kali ini, menurut Allison McGeer dari Mount Sinai Hospital di Toronto, Kanada, MERS lebih bisa dikendalikan. Selain karena virusnya telah teridentifikasi, penyebaran MERS relatif lambat. Sejak pertama terdeteksi 2012, MERS baru menjangkiti sekitar 1.800 orang dan mengakibatkan sekitar 450 kematian di seluruh dunia.
Sementara itu, SARS menyerang 8.000 orang dan mengakibatkan 774 kematian hanya dalam waktu setahun sejak terdeteksi. Saat itu para pakar sempat salah mengidentifikasi virus SARS sebagai virus H5N1 alias flu burung.
Pasalnya, gejala yang ditunjukkan para pasien SARS hampir sama dengan pasien flu burung. Begitu virus SARS teridentifikasi dengan benar, wabahnya pun bisa dihentikan pada 2004.
”Selama virusnya belum bermutasi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” kata McGeer. Pada 2003–2004, bersama beberapa pakar lainnya, dia terlibat dalam penanganan langsung pasien SARS.
Itulah yang membuat McGeer yakin MERS akan teratasi. Tentang penularan virus yang sangat cepat di area rumah sakit, dia menyebut itu sebagai kewajaran. Seluruh rumah sakit, menurut dia, mengalaminya. (AP/AFP/NBC/xinhua/c10/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lihat nih, Pengantin Pria Ditelanjangi, Diikat ke Tiang Lalu Dilempari Telur dan Kue
Redaktur : Tim Redaksi