jpnn.com, JAKARTA - Menkopolhukam Wiranto mencoba meluruskan Penyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait 5.000 senjata illegal. Namun, masalah ini masih memunculkan tanda tanya.
Pasalnya, ada ketidakcocokan antara pernyataan Panglima TNI dengan Menkopolhukam, yakni jumlah senjata dan soal legalitas.
BACA JUGA: Mabesad Raih Juara Umum Kejurnas Karate Piala Panglima TNI
Panglima menyebut senjata yang masuk 5.000 pucuk. Namun, Menkopolhukam hanya menjelaskan adanya 500 pucuk senjata yang dibeli Badan Intelijen Negara (BIN) dari Pindad.
Panglima pun menyebut ribuan senjata itu ilegal. Namun, Menkopolhukam menjelaskan bahwa 500 senjata pesanan BIN legal.
BACA JUGA: Panglima TNI: Orang Hebat Mengambil Pelajaran Dari Kekalahan
Dengan begitu bisa disumsikan adanya dua kemungkinan, yakni Panglima TNI dan Menkopolhukam membicarakan dua pengadaan senjata yang berbeda atau justru ada salah satu yang mendapatkan informasi yang kurang lengkap. Selain BIN, lembaga manakah yang sedang melakukan pengadaan senjata?
Kadivhumas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan, mekanisme pengadaan senjata di luar TNI itu melalui rekomendasi dari Polri.
BACA JUGA: Ini Saran Fahri ke Jokowi untuk Sikapi Manuver Panglima TNI
Ada sejumlah lembaga yang bisa mengadakan senjata dan harus mendapatkan rekomendasi dari Polri, diantaranya Badan Narkotika Nasional (BNN), BIN, Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT), Bea Cukai dan Satpol PP. ”Spesifikasi senjata itu berbeda dengan militer,” terangnya.
Kalau untuk 500 senjata yang dibelin BIN itu juga sudah melalui proses rekomendasi Polri.
Bahkan, prosedurnya sebelum senjata diserahkan ke BIN, harus diidentifikasi terlebih dahulu oleh Polri. ”Setelah itu baru diserahkan ke BIN,” ujarnya.
Apakah ada lembaga lain yang melakukan pengadaan senjata belakangan ini? Dia mengatakan bahwa selain BIN, ada dua lembaga yang melakukan pengadaan senjata. Yakni, Polri dan BNN.
”Untuk Polri sendiri sedang dalam proses. Jumlah senjatanya yang akan dibeli 15 ribu pucuk,” tuturnya. Yakni 5 ribu pucuk itu berasal dari Pindad dan 10 ribu pucuk berasal dari luar negeri.
Keputusan membeli 10 ribu pucuk dari luar negeri itu juga karena terdesak, akibat Pindad tidak mampu untuk memenuhi pesanan 10 ribu pucuk untuk melengkapi menjadi 15 ribu pucuk.
”Lima belas ribu pucuk itu pun bukan senjata serbu, melainkan senjata law enforcement. Senjata yang sifatnya untuk melumpuhkan,” paparnya.
Untuk pengadaan senjata BNN sendiri pengadaannya sudah selesai pada tahun lalu. Jumlahnya cukup banyak karena untuk digunakan oleh BNN di setiap daerah.
”Kalau BNPT kurang tahu persis. Tapi, ada juga Satpol PP dan Bea Cukai yang mengadakan amunisi. Hal itu dikarenakan mereka berlatih,” jelasnya.
Sementara sumber Jawa Pos menyebut, untuk pengadaan senjata di BNN jelas bukan merupakan senjata dengan spesifikasi militer.
Yang dimaksud Panglima TNI itu bukan merupakan senjata yang dibeli BNN. Pertama, karena BNN bukan lembaga yang memiliki kepentingan politis. Kedua, memang lembaga lain yang dimaksud Panglima TNI.
Sementara Deputi Pemberantasan BNN Irjen Arman Depari tidak ingin berkomentar terkait masalah pengadaan senjata. ”Besok saja ya, tanya Pak Budi Waseso,” paparnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menilai, Komisi III tidak pernah mengetahui adanya rincian anggaran pembelian senjata oleh BNN.
Menurut Bambang, pembahasan yang dilakukan antara Komisi III dengan BNN selama ini hanya berlangsung sebatas mekanisme yang diatur dalam UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.”Kami di Komisi III tidak masuk di pembahasan satuan tiga, itu perintah UU MD3,” kata Bambang.
Anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad menambahkan, dari sejumlah pembahasan di Komisi III, hanya Polri yang sudah meminta persetujuan DPR terkait pembelian senjata.
Sejauh ini, Polri berencana membeli 5.000 pucuk senjata api dari PT Pindad. Selain itu, ada juga rencana untuk melakukan impor sebanyak 10.000 senjata dari luar negeri. ”Rencana Polri ini hal yang wajar,” kata Dasco.
Sementara untuk BNN, Dasco menyebut belum mendengar adanya pembelian senjata dari institusi yang dipimpin Budi Waseso itu. Jika memang benar adanya, tentu ada evaluasi dalam pembahasan anggaran untuk BNN.
”Penambahan (alokasi anggaran senjata) itu harus ada persetujuan di APBN atau kalau mereka mau coba alokasikan itu harus dengan persetujuan mitra kerja, harus minta ke komisi III DPR,” tandasnya. (idr/bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Panglima Bisa Disangka Sedang Mencari Simpati Publik
Redaktur & Reporter : Soetomo