54 Persen Makanan Tidak Halal

Rabu, 09 Februari 2011 – 07:47 WIB

JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa sebanyak 54 persen makanan yang beredar di pasaran ternyata tidak halalSebagian besar produk yang beredar hanya mencantumkan label halal namun belum memiliki sertifikat halal

BACA JUGA: Haah...! Asap Rokok Bisa jadi Obat?

Banyak produsen makanan yang secara pribadi menempekan tulisan halal tanpa seizing MUI.
      
"Dari 54 persen produk makanan yang beredar tidak sesuai dengan persyaratan labelisasi halal," ujar Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, Makanan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Lukmanul Hakim di Jakarta, Selasa (8/2).

Menurut Lukman salah satu persyaratan produk halal, selain memiliki label harus memiliki sertifikat halal
Maraknya produk berlabel halal bodong tersebut, lanjut Lukman, dinilai mengkhawatirkan

BACA JUGA: Sepakbola dan Futsal Picu Jantung Kerja Keras

Pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah diminta untuk melakukan penindakan
"Harusnya pemerintah lewat BPOM gencar melakukan pengawasan dalam rangka penegakkan hukum," jelasnya.

Atas adanya fakta tersebut, Lukman juga meminta kepada masyarakat sebagai konsumen harus teliti sebelum membeli

BACA JUGA: Mandi Matahari, Obat Gratis dari Tuhan

Lukman menyatakan bahwa sertifikasi halal tetap menjadi hak MUIHal ini dikarenakan halal adalah urusan syariah, sehingga hanya para ulama yang pantas mengeluarkan sertifikasinya"Halal itu merupakan materi syariah makanya yang paling berhak untuk mengeluarkan pendapat tentang halal itu seharusnya ya ulama," ujar Lukmanul.

Menurut Lukman, pemerintah seharusnya cukup mengawasi produk-produk yang beredar di pasaranSedangkan sertifikasi halal tetap berada di MUIPeran pemerintah, kata dia, hanya pada hal-hal yang sifatnya sesuai dengan hukum positif, seperti labelisasi, penegakkan hukum, sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat"Soal sertifikasi tetap berada di ulama," terangnya.

Menurut Lukman, MUI sebagai perwakilan dari para ulama bertanggung jawab terhadap umat, salah satunya memastikan kehalalan sebuah produkSejak 20 tahun terakhir sertifikasi halal juga berada di bawah MUISalah satu RUU yang saat ini tengah dibahas para wakil rakyat di Senayan adalah tentang Jaminan Produk Halal (JPH).

Lukman mengatakan, selain parameter halal atau haram yang diatur oleh agama yang satu dan yang lain berbeda-bedaApa yang dianggap haram bagi mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Muslim, berbeda dengan parameter haram bagi pemeluk Hindu di Bali, misalnya"Dengan demikian, secara legal, RUU JPH tidak bisa memberi landasan yang sifatnya umum bagi seluruh agama dan keyakinan." Kata dia

Dari aspek ekonomi, adanya kewajiban sertifikasi dan labelisasi halal dalam setiap produk makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika, berpotensi memicu ekonomi biaya tinggiSebab, tak bisa dihindari untuk memenuhi aturan itu selalu ada biaya yang harus ditanggung produsenPada gilirannya, beban itu pasti dilimpahkan ke harga jual.

"Produsen menengah tentu semakin terbebani dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk sertifikasi dan labelisasi produk halal, walaupun pada dasarnya produk makanan dan minuman mereka sudah memenuhi ukuran halal sebagaimana disyaratkan." Jelas dia.

Pada dasarnya, sertifikasi produk halal melalui MUI sudah berjalan baikNamun, karena sifatnya yang sukarela, pemerintah menilai perlu ada aturan yang sifatnya mendasar untuk memberi jaminan kepada umat(zul)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wow, Garam Bisa Buat Mandi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler