6 Cara Konstitusional untuk Menyikapi Kehadiran UU Cipta Kerja

Jumat, 30 Oktober 2020 – 22:30 WIB
Pedemo pada aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Kerja di Jakarta Pusat, Selasa (13/10). Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Undang-undang Cipta Kerja sampai saat ini masih menjadi polemik. Lalu apa yang bisa dilakukan masyarakat yang menolak UU Cipta kerja ini, jika sampai 4 November 2020 mendatang, Presiden Jokowi tidak juga menunda atau mengeluarkan Perppu?

Menurut anggota Komisi I DRD DKI Jakarta Heru Susetyo masyarakat memiliki enam piliihan cara yang konstitusional. Hal itu dia sampaikan dalam Webinar 'Antisipasi Penandatanganan UU Cipta Kerja: Alternatif SOLUSI' yang diselenggarakan oleh Forum Perguruan Tinggi seluruh Indonesia (FAPI).

BACA JUGA: Ekonom: UU Cipta Kerja Bisa Lindungi Lahan dan Sejahterakan Petani

“Pertama mendesak DPR RI melakukan legislative review. Minta DPR untuk mengkaji kembali UU ini. Namun saya pesimis jika DPR RI mau melakukan Langkah ini. Sebab, hanya 2 fraksi yang menolak pengesahan UU Cipta kerja. Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilam Sejahtera. Mereka tidak mungkin me-review atas apa yang telah mereka lakukan,” papar Heru Susetyo.

Cara kedua adalah meminta DPR RI melakukan amandemen yakni mencabut atau merubah keseluruhan atau Sebagian dari pasal pasal UU Cipta Kerja.

BACA JUGA: Meggy Wulandari Beri Komentar, Kiwil: Ngapain Saya Tanggapi? Enggak Penting!

Sedangkan cara yang ketiga adalah mengawal peraturan peraturan yang menjkadi turunan dari UU CK berupa, peraturan pemerintah (PP).

Mengingat UU ini melewati banyak wilayah dan mengganti banyak UU yang sudah ada, maka diperlukan 33 PP.

BACA JUGA: Bupati Tuban Minta Pemerintah Lindungi SKT dari Kenaikan Tarif Cukai Rokok 2021

Dua cara ini pun bagi Heru pesimis bisa dilakukan oleh DPR RI maupun pemerintah dan masyarakat. Mengingat masih banyak UU di luar UU CK yang sudah lama disahkan namun belum memiliki PP.

“Jika PP ditargetkan sebelum Presiden Jokowi turun dari kekuasaannya, maka pembuata 33 PP ini membuat menteri menteri terkait, tergopoh gopoh membuat PP. Dan pembuatan PP ini berarti akan dikebut juga karena harus kejar tayang. Otomatis, akan minim partisipasi public dan kecil kemungkinan meminta pendapat masyarakat. Saya yakin pemerintah tidak akan meminta pendapat masyarakat secara umum. Partisipasi masyarakat pasti dikesampingkan,” papar Ketua pusat kajian Islam dan hukum Islam FHUI ini.

Cara yang ke empat yang dapat dilakukan masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja adalah dengan terus mengawasi dan mengkritisi penerapan dari UU CK. Sehingga pasal pasal yang membahayakan dan merugikan masyarakat tidak merugikan masyarakat bangsa dan negara.

Sedangkan cara konstitusional yang ke lima adalah mengajukan uji materil  dan formil  ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Namun cara ini pun saya  tetap pesimistis. Meskipun Hakim MK harusnya bersifat netral dan objektif, rasanya, mereka tidak akan mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan lembaga yang mengusulkannya. DPR RI dan pemerintah jelas mereka yang mengusulkan dan mengesahkan UU omnibuslaw. Tidak mungkin hakim MK yang diusulkan DPR RI dan pemerintah akan membuat keputusan yang bertentangan dengan lembaga yang mengusulkannya,” papar manajer riset dan publikasi FHUI.

Cara yang ke enam adalah dengan terus mendesak Presiden untuk segera mengeluarkan Perpu pengganti UU omnibuslaw. Meskipun presiden Jokowi sendiri berulang kali menyampaikan tidak akan mengeluarkan Perpu untuk membatalkan atau mengganti UU CK.

Sementara, pembicara wakil dari alumni Universitas Brawijaya Malang, Utari Sulistiowati berpendapat, sebaiknya para tokoh dan guru bangsa berkumpul menemui Preisden Jokowi dan para Menko dan Ketua DPR RI, agar menari UU CK tersebut.

Karena UU tersebut mengkhawatirkan dan membahayakan kelangsungan negara dan bangsa jangka pendek dan jangka panjang.

Ketua Dewan Pertimbangan FAPI Dodi Haryadi menyebut UU Cipta Kerja menimbulkan kecemasan sosial.

Dia mengkhawatirkan, apabila presiden tidak mengeluarkan Perpu pengganti UU CK dan otomatis UU CK berlaku mulai 4 November 2020 akan menimbulkan gelombang protes dari masyarakat yang semakin besar.  Bila ini yang terjadi, tujuan UU CK dibuat menarik investor akan gagal. Investor malah akan ketakutan.

“Semua bisa kita lakukan, asalkan dalam koridor hukum. Tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku di negara kita. Soal hasil kita serahkan pada Allah SWT,” timpal Heru Susetyo, menanggapi usulan dari dua pembicara lainnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler