6 Syarat Khusus Pahlawan Nasional dan Hak Prerogatif Presiden: Perspektif Napoleon Der Bataks

Oleh: Juliaman Saragih – Koordinator Komunitas Masyarakat Simalungun, Jakarta

Sabtu, 09 November 2024 – 09:50 WIB
Tuan Rondahaim Saragih Garingging (1828-1891) sebagai Raja Raya Namabajan. Foto: Dok. DPP PMS

jpnn.com - Semoga hak prerogatif atau kewenangan khusus yang dimiliki oleh Presiden Prabowo Subianto, selaku Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, tidak mengabaikan fakta sejarah perjuangan sehingga dapat menyetujui dan menetapkan penerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama RI (1999) dan Ahli Strategi Perang Gerilya di masa kolonial, Tuan Rondahaim Saragih asal Simalungun, Sumatera Utara, Napoleon Der Bataks, sebagai Pahlawan Nasional pada 10 November 2024.

Di sisi lain, kami juga ingin mengonfirmasi fakta sejarah dalam kaitan dengan Kriteria, Syarat Umum dan tata cara pengajuan gelar pahlawan nasional, terutama 6 Syarat Khusus (Indonesia.go.id, 2019, dan Kompas.com, 5/12/2023).

BACA JUGA: Gelar Bedah Buku, PARA Syndicate & NCBI: Tuan Rondahaim Saragih dari Simalungun agar Ditetapkan Jadi Pahlawan Nasional

Pertama, pernah memimpin dan melakukan perjuangan untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Fakta sejarahnya, Tuan Rondahaim Saragih memimpin perlawanan dan perjuangan untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengelorakan semangat rakyat Simalungun melawan Soridadu.

BACA JUGA: Nilai Budaya Simalungun Dalam Perjuangan Tuan Rondahaim

Rondahaim Saragih konsisten menggalang kerja sama dan persatuan dengan para pemuka raja maropat melawan penjajah Belanda, bahkan memiliki relasi tradisional dengan Gayo, Aceh, Melayu dan Padang Tebing Tinggi.

Bila dilihat secara genealogis, kronologis dan strategis, Rondahaim Saragih membangun kerjasama lintas etnik dalam rangka mengusir penjajah Belanda dari Sumatera Timur (Perang Sunggal).

BACA JUGA: Tuan Rondahaim Saragih Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Tunggu Keputusan Presiden Jokowi

Kedua, tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan. Fakta sejarahnya, Tuan Rondahaim Saragih tidak pernah menyerah pada penjajah Belanda hingga meninggal dunia. Perjuangan Rondahaim Saragih sebetulnya berhasil, sebab selama hidupnya, Belanda tidak berani masuk ke Raya.

Kerajaan Raya adalah satu-satunya daerah di Simalungun yang merdeka yang tidak berani dimasuki orang kulit putih selama Rondahaim masih hidup.

Kalau daerah Simalungun hilir sudah dimasuki Belanda tahun 1865 terutama di Tanah Jawa dan Siantar.

Kerajaan Raya baru dimasuki Belanda tahun 1896, 5 (lima) tahun setelah kematiannya, di masa kepemimpinan Tuan Hapoltakan (1889-19320, putra Rondahaim Saragih), Raya menjadi daerah taklukan Belanda setelah ditandatanganinya surat pernyataan takluk pada tahun 1896, 1902 dan terakhir Korte Verklaring 1907.

Ketiga, melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya. Fakta sejarah perlawanan dan perjuangan Tuan Rondahaim Saragih melawan penjajah Belanda berlangsung sepanjang hidupnya (Pdt. J. Wismar Saragih, Rondahaim Sebuah Kisah Kepahlawanan Menentang Penjajahan di Simalungun, Penerbit NCBI, 2024, hal. 263-267).

Keempat, pernah melahirkan gagasan besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara. Fakta sejarah Tuan Rondahaim Saragih memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi dengan jangkauan perlawanan dan perjuangan yang luas serta berdampak nasional dan internasional.

Rondahaim Saragih menghadang Belanda menguasai seluruh Sumatera Timur karena bandar khalifa yang menjadi pintu keluar ekspor hasil bumi Simalungun sudah dikuasai Belanda.

Rondahaim Saragih terlibat dalam pembakaran kebun-kebun milik pengusaha Eropa demi untuk menyelamatkan perekonomian rakyat Simalungun.

Kelima, pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas. Fakta sejarahnya, benang merah perlawanan dan perjuangan Rondahaim Saragih menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat Simalungun.

Sebagai pemimpin perlawanan rakyat Simalungun, Rondahaim Saragih mewarisi semangat “Habonaron do Bona” (kebenaran adalah pangkal segala-galanya), kesetiaan pada adat istiadat, menjunjung tinggi semangat patriotisme dan peduli dengan persoalan rakyat.

Jadi tidak aneh jika Rondahaim Saragih selalu menolak surat undangan dari Residen Sumatera Timur termasuk menolak tawaran penjajah Belanda menjadi Raja Besar diantara raja-raja di Simalungun. Hingga akhir hidupnya tetap tegas menolak kerjasaama (non-kooperatif) dengan pemerintah kolonial Belanda, dalam segala bentuk dan manifestasinya.

Keenam, memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi dan melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

Fakta sejarahnya, Rondahaim Saragih dalam perjuangan mempertahankan Simalungun agar tidak dikuasai Soridadu memiliki strategi pertempuran yang melibatkan tentara pejuang dari lintas daerah, juga koneksi penguatan persenjataan dari negara asing (Penang dan Singapura).

Rondahaim Saragih adalah ahli strategi perang gerilya dan penjajah Belanda mengakuinya.

Salah satunya karya jenius strategi pertahanan Rondahaim Saragih adalah memanfaatkan topografi (bentang alam) dengan membangun benteng pertahanan di Saran Sisaping (saat ini disebut Pangolatan, tempat penghadangan).

Hingga kematian Rondahaim Saragih akibat sakit (1891), Soridadu tidak berani menyerang masuk kerajaan Raya dan menangkapnya.

Jangkauan perlawanan dan perjuangan Rondahaim Saragih di luar Simalungun ini memberi dampak yang luas, tidak hanya sampai ke Medan dan Batavia juga lintas benua (Belanda) hingga menjadi pembicaraan di parlemen Belanda (Menteri Koloni).

Di antara tokoh-tokoh perlawanan rakyat Simalungun menentang penjajah Belanda, hanya Tuan Rondahaim Saragih yang berani melawan Belanda dengan kekuatan senjata. Inilah bukti ketidaksudian Rondahaim apabila negerinya Simalungun dijajah oleh Belanda.

Dia lebih suka mati berkalang tanah daripada dijajah Belanda. Rondahaim terus mengobarkan semangat berjuang, pantang menyerah dan berusaha supaya peluru Belanda tidak membunuh dirinya. Kepada rakyatnya ditanamkannya semangat sebagai bangsa merdeka dan bermartabat!

Tercatat dalam stenographie Batak oleh Pelopor Kebangunan Simalungun, Pandita Raya J. Wismar Saragih, dirangkum dalam karya tulis Barita ni Toean Rondahaim Saragih na Ginoranan ni Halak Toean Raja Namabadjan, “...Ijai ma mateian bapa sin Raya, mateian Raja na bisang na makkopkop parumani iahapkon bani panading ni Tuan Raya Namabadjan. Seng be dong na so manangisi Tuan Raya Namabadjan sagala na mambotoh tangis (pada saat itulah orang Raya ditinggal mati oleh bapaknya, ditinggal mati oleh Rajanya yang dengan bengisnya melindungi rakyat, demikianlah rasanya sepeninggalnya Tuan Raya Namabadjan. Tak satupun yang tidak meratapi kematian Tuan Raya Namabadjan)”.

Terakhir, penegasan penghormatan negara ini tidak ada kaitan dengan sentimen ataupun diskriminasi kesukuan, tapi menyorong fakta-fakta sejarah perjuangan Rondahaim Saragih dalam kaitan dengan terpenuhinya kriteria, syarat umum dan syarat khusus untuk dapat ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

Bukankah Tuan Rondahaim Saragih sangat layak disandingkan dengan dengan 195 pria dan 17 wanita Pahlawan Nasional dari seluruh Indonesia (2023, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pahlawan_nasional_Indonesia), apalagi disandingkan dengan 12 Pahlawan Nasional Non-Simalungun dari Sumatera Utara (Pahlawan Nasional, https://sumutprov.go.id).


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler