60 Persen Pendatang Tak Berpendidikan

Tahun Ini Operasi Yustisi Ditiadakan

Sabtu, 02 Agustus 2014 – 04:27 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Sebanyak 60 persen dari 68 ribu pendatang baru yang diprediksi mendatangi Jakarta pasca Lebaran 2014 ini, tidak mengenyam pendidikan sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat. Selain itu, pendatang yang sebagian besar dari daerah sekitar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera ini diyakini tidak memiliki keahlian.       

Itu berdasarkan hasil survei arus mudik dan arus balik 2013 lalu, yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta bersama Badan Pusat Statistik (BPS) DKI dan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI).

BACA JUGA: Minim Fasilitas, Kepulauan Seribu Tetap Diserbu

"Berdasarkan survei, memang pendidikan para pendatang ke Jakarta di bawah SMA atau sederajat," ujar Purba Hutapea, Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta, kemarin (1/8). Dia juga menjelaskan, angka pendatang baru pada 2014 juga diprediksi akan meningkat dibandingkan data serupa tahun 2013 yang mencapai 51 ribu orang. 

"Hal ini wajar, karena setiap tahun memang terjadi peningkatan arus urbanisasi ke Jakarta," katanya juga.
Lebih lanjut pejabat yang akrab disapa Purba ini juga mengatakan berdasarkan pengalaman dari tahun ke tahun, Dinas Dukcapil DKI mengategorikan pendatang baru menjadi tiga kelompok. 

BACA JUGA: Kapal Tanto Lines Terbakar di Tanjung Priok

Pertama, sekitar 60 persen pendatang sudah pasti menetap tinggal di Ibu Kota. Kedua, sekitar 25 persen pendatang yang sekadar transit dan selanjutnya menetap di sejumlah kawasan industri yang berada di sekitaran Jakarta, seperti Bekasi dan Tangerang. 

Sementara kelompok ketiga, sekitar 15 persen pendatang masih ragu-ragu apakah akan menetap atau kembali ke daerah asal. Ditegaskannya juga, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI tidak akan melarang pendatang untuk berbondong-bondong pindah ke Ibu Kota setelah Lebaran. 

BACA JUGA: Harga Tempe dan Sayuran Melambung

Kendati begitu, pendatang diminta mentaati sejumlah aturan kependudukan yang berlaku di Jakarta. "Kami tidak berwenang untuk melarang orang datang. Jakarta kan Ibu Kota, semua orang berhak datang. Namun tetap harus ada aturan yang harus diikuti," tuturnya lagi. 

Lebih lanjut dijelaskannya juga, aturan yang wajib dipatuhi para pendatang baru di Jakarta di antaranya pendatang dilarang berdagang di kaki lima, dilarang tinggal di luar tempat yang ditentukan (misalnya di bantaran kali), serta larangan menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) seperti pengemis, gelandangan, dan anak jalanan.

"Kita sosialisasi aturan di bidang kependudukan dan jemput bola terkait urbanisasi ini. Jika mereka melanggar, sanksi tegas penertiban akan diberlakukan bekerjasama dinas terkait," ungkap juga Purba.
     
Ditambahkannya, pihak Dinas Dukcapil DKI untuk sementara tidak akan menggelar OYK di Jakarta sebagai penegakan kepemilikan dokumen kependudukan sah warga DKI. Sebagai pengganti, Pemprov DKI Jakarta akan menggelar operasi Bina Kependudukan (Binduk).
     
"Dalam Operasi Binduk tidak ada razia warga pendatang harus memiliki KTP Jakarta dan pengadilan tindak pidana ringan (tipiring) di tempat, seperti lazimnya operasi yustisi kependudukan yang selama ini digelar," terangnya juga. 

Untuk diketahui, arus urbanisasi warga ke Jakarta tiap tahun sejak tahun 2003 hingga 2012 menurun. Tapi sejak 2013 mengalami kenaikan (selangkapnya lihat grafis). 
     
Sementara itu, anggota DPRD DKI Jakarta, Taufik Hadiawan mengharapkan Pemprov DKI Jakarta tetap melakukan pengaturan pada jumlah pendatang dari berbagai daerah yang hendak menetap di Jakarta. 

Menurutnya, jika dibiarkan tanpa penegakan aturan, maka bisa menciptakan kesemrawutan, yang berujung pada ketidaktertiban kota. "Meski adanya kebebasan pada para pendatang, mereka harus tetap wajib mentaati aturan yang berlaku di Jakarta. Hal ini demi kenyamanan bersama," tandasnya. (wok)

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPRD DKI Janji Tak Ganjal Pengunduran Diri Jokowi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler